Kamis, 04 Desember 2014

Reformasi Gereja



REFORMASI GEREJA
A.    Konsep Reformasi Gereja
Reformasi berasal dari kata ‘re’ artinya kembali dan ‘form’ artinya bentuk. Reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik atau agama) dalam suatu masyarakat. Reformasi gereja adalah sebuah upaya perbaikan tatanan kehidupan yang dinominasi oleh otokrasi pada ajaran yang menyimpang yang bertujuan untuk kembali ke bentuk ajaran agama seperti yang dicontohkan oleh Nabi Isa As.
Konsep tentang “Reformasi”. Menurut McGrath, istilah “Reformasi” dipergunakan dalam banyak arti dan karena itu perlu dilihat perbedaan-perbedaannya. Ada empat unsur yang terdapat dalam definisi tentang Reformasi yaitu: Lutheranisme, gereja Reformed (“Calvinisme”), Reformasi radikal (“Anabaptisme”) dan Kontra-Reformasi atau Reformasi Katolik. Artinya, istilah “Reformasi” dipergunakan untuk merujuk pada keempat gerakan ini. Di sisi lain, menurut McGrath, dalam karya ilmiah istilah “Reformasi” dipergunakan untuk merujuk pada “Reformasi magisterial” atau “Reformasi arus utama” – yang berhubungan dengan gereja-gereja Lutheran dan Reformed, tanpa Anabaptis.
Ungkapan “Reformasi magisterial” dimaksudkan untuk mengarahkan perhatian pada hubungan yang erat antara gereja dan penguasa hukum dari program-program pembaruan tokoh-tokoh seperti Martin Luther atau Martin Bucer. Istilah “Reformasi magisterial” secara bertahap dipakai untuk merujuk pada dua arti pertama dari istilah itu (yaitu mencakup Lutheranisme dan gereja Reformed) secara bersama-sama, dan istilah “Reformasi radikal” merujuk pada arti ketiga (yaitu mencakup Anabaptisme). Dan McGrath menegaskan bahwa karyanya ini khusus membahas ide-ide Reformasi magisterial yakni:
(a) Reformasi Luther. Reformasi ini dikaitkan dengan wilayah-wilayah Jerman di bawah pengaruh pribadi yang berkharisma – Martin Luther yang khusus memperhatikan masalah doktrin pembenaran, yang merupakan pokok utama dari pemikiran keagamaannya. Reformasi ini pada mulanya berbentuk reformasi adamis yang terutama berkenaan dengan pembaruan pengajaran teologi di Universitas Wittenberg yang kemudian berubah menjadi suatu program untuk pembaruan gereja dan masyarakat.
(b) Gereja Reformed. Berkembang mulai dari negara Konfederasi Swiss yang berakar pada serangkaian usaha membarui moral dan peribadahan gereja (tanpa mementingkan ajarannya) agar lebih sesuai dengan pola yang terdapat dalam Alkitab. Tokoh gerakan ini adalah: Huldrych Zwingli, Heinrich Bullinger, Yohanes Calvin, Theodore Beza, William Perkins atau John Owen. Istilah “Reformed” merujuk pada gereja-gereja (terutama di Swiss, Dataran Rendah dan Jerman) dan pemikir-pemikir keagamaan (seperti Theodore Beza, William Perkins atau John Owen) yang mendasarkan pemikirannya atas buku besar karya Calvin, Christianae Religionis Institutio atau dokumen-dokumen gereja (seperti Katekismus Heidelberg). Gereja Reformed ini lebih dikenal dengan “Calvinisme” sejak tahun 1560-an padahal seluruh pemikiran gerakan ini bukan hanya bersumber dari Calvin sendiri.
(c) Reformasi Radikal (Anabaptisme). Istilah “Anabaptis” mempunyai asal-usulnya pada Zwingli yang muncul pertama kali di sekitar Zurich, setelah Reformasi Zwingli awal tahun 1520-an. Gerakan ini berpusat pada individu seperti Conrad Grebel yang menuduh Zwingli tidak setia pada prinsip-prinsip reformasinya. Orang-orang Anabaptis mempunyai alasan yang kuat untuk menuduh Zwingli berkompromi. Misalnya, dalam tulisan Zwingli yang berjudul Apologeticus Archeteles (1522), Zwingli mengakui ide tentang “kepemilikan bersama” (community of goods) sebagai prinsip yang khas Kristen, tetapi tahun 1525, Zwingli mengubah pandangannya dan sampai pada pendapat bahwa kepemilikan pribadi atas harta benda bagaimanapun juga bukanlah merupakan hal yang jelek. Tokoh gerakan ini adalah Balthasar Hubmaier, Pilgram Marbeck dan Menno Simons.
Ajaran yang sangat menonjol dalam gerakan ini adalah: suatu ketidakpercayaan yang umum terhadap penguasa luar, penolakan akan baptisan anak dan dukungan pada baptisan orang dewasa yang percaya, kepemilikan bersama atas harta benda dan penekanan atas pasifisme dan gerakan tanpa kekerasan. Bagi beberapa kalangan gerakan ini disebut sebagai “sayap kiri dari Reformasi“ (Roland H.Bainton) atau “Reformasi radikal” (George Hunston Williams). Dokumen yang paling penting yang muncul dalam gerakan ini adalah “Pengakuan Schleitheim” yang disusun oleh Michael Sattler pada 24 Februari 1527 yang berisi “artikel-artikel pemisahan” yang membedakan Anabaptis dengan gerakan Reformasi maupun yang di luar Reformasi. Fungsi pengakuan ini untuk membedakan orang-orang Anabaptis dari mereka yang di sekelilingnya – orang papis (Katolik) dan antipapis (Protestan/Reformasi magisterial) dan pengakuan ini juga berfungsi sebagai pemersatu perbedaan-perbedaan yang mungkin ada di antara mereka.
(d) Reformasi Katolik. Istilah ini dipakai untuk merujuk revitalisasi dari Katolikisme Roma dalam periode setelah pembukaan Konsili Trente (1545). Gerakan ini sering digambarkan sebagai “Kontra-Reformasi”. Gerakan ini bertujuan untuk memerangi Reformasi Protestan dengan maksud membatasi pengaruh Protestanisme. Kemudian gerakan ini bertujuan untuk melakukan pembaruan atas dirinya sendiri untuk menyingkirkan alasan-alasan kritikan dari kaum Protestan. Konsili Trente, bentuk yang paling menonjol dari Refomasi Katolik, menjelaskan pengajaran Katolik atas sejumlah masalah yang membingungkan dan mengintroduksikan lebih banyak lagi pembaruan yang diperlukan dalam hubungan dengan kelakuan dari kaum rohaniwan, disiplin gerejawi, pendidikan keagamaan dan kegiatan pekabaran Injil. Gerakan pembaruan ini terutama dirangsang oleh reformasi dari banyak keagamaan yang lebih tua dan pendirian orde-orde yang baru seperti Yesuit.
B. Latar Belakang Terjadinya Reformasi Gereja
Reformasi gereja tercetus pertama kali pada abad ke-16 yang terjadi di Eropa Barat. Reformasi Gereja 1483-1546 terjadi karena banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada agama khususnya umat kristiani. Antara lain yaitu adanya penjualan surat pengampunan dosa yang disebut surat aflat. Surat pengampunan itu dijual kepada mereka yang tidak dapat ikut dalam perang salib antara abad 11-13, Kebiasaan penjualan Surat pengampunan dosa kemudian dilakukan untuk mengumpulkan dana bagi pembangunan geraja. Dan dilakukan penyogokkan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka memperoleh kedudukan sosial keagamaan yang tinggi. Serta adanya penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaan terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang nantinya akan menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal, seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia yang memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.
Reformasi ini terjadi akibat banyaknya ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik Roma pada saat itu. Ketidakpuasan ini terjadi di Bohemia, Inggris dan di tempat-tempat yang lain. Para pemimpin gereja pada masa itu hidup secara munafik dan bertentangan dengan Kitab Suci. Rakyat menyaksikan kerusakan moral gereja yang bahkan melebihi kerusakan moral dalam kalangan orang biasa. Tetapi rakyat tidak berhak mengkritik karena adanya anggapan bahwa para pemimpin adalah wakil Tuhan dan rakyat harus mentaati mereka. Keadaan ini membuat orang-orang mulai meninggalkan gereja, namun mereka tetap terikat oleh gereja sebab adanya pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya terdapat di dalam gereja dan di luar gereja pasti binasa.
            Abad pertengahan dimulai sekitar abad ke-5 sampai abad ke-17 M. Abad pertengahan berati zaman tengah atau zaman yang menengahi dua zaman penting, yaitu zaman kuno (Yunani-Romawi) dan zaman modern. Semangat berpikir para filsuf di abad pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara filsafat dan agama, yang sebelumnya tidak terjadi seperti ini. Karena para filsuf yang hidup di abad pertengahan hampir semuanya adalah penganut agama kristen, dan bahkan banyak yang tergolong sebagai orang-orang penting dalam agama kristen lantaran mereka tergolong dalam golongan rohaniawan atau biarawan, seperti uskup, rahib, imam, dan pimpinan biara.
Abad pertengahan disebut juga sebagai abad kegelapan. Karena pada tahun 529 M, kaisar Justinianus mengeluarkan undang-undang ajaran filsafat apapun di Athena. Hal ini menyebabkan ditutupnya sekolah-sekolah filsafat, termasuk Academy Plato. Tujuan dari dikeluarkanya undang-undang ini adalah untuk melindungi ajaran kristen dari serangan orang-orang yang percaya bahwa filsafat Yunani lebih bagus dari ajaran kristen. Namun, dibalik doktrin dari gereja, kebebasan berpikir walaupun masih dalam konstek kristen juga sangat nampak. Hal ini terlihat dari perbedaan pemikiran para filsuf kristen yang menyebabkan munculnya berbagai aliran dalam ajaran kristen. Bahkan ada beberapa filsuf dimasa itu yang berani mengkonfrontasi dengan mereka yang memiliki otoritas menjaga kemurnian agama kristen.
 Oleh karena itu, telah terjadi perbedaan proyek berpikir dan karakter berpikir. Pada abad pertengahan ( 13M – 16M ) merupakan abad yang khas, karena di abad ini perkembangan gereja (seiring dengan bangkitnya budaya Yunani dan Romawi) semakin nyata, Karel Agung sebagai Raja Eropa mengadopsi gereja sebagai agama negara, kemudian ia mempersatukan Eropa Barat, sehingga menjadi suatu badan yang sangat kuat, yang berjiwa Katolik. Namun dimasa ini juga terjadi perpecahan gereja, hal ini terjadi berkaitan dengan gejala kemerosotan yang sedang menggerogoti Gereja Katolik akibat ulah pejabat tinggi Gereja (abas, prelat uskup, kardinal dan paus) yang bertanggungjawab atas keluhuran dan keagungan Gereja Kristus. Catatan sejarah mengingatkan kita bahwa mereka hanya mengejar kepentingan duniawi, memajukan kesenian serta sastra dan memikirkan sanak-saudara (nepotisme). Peristiwa seperti Skisma Barat (1378-1417) waktu tiga paus menyalahgunakan wewenang rohani mereka, pemilihan paus yang tidak pantas seperi Alexander VI (1492-1503) dan Leo IX (1513-1521), lalu korupsi serta komersialisasi jabatan gerejani yang begitu hebat sehingga membuat orang baik dan saleh pun hampir putus asa. Banyak pejabat Gereja menjadi pangeran duniawi namun melalaikan tugas rohani mereka, imam-imam paroki tidak terdidik, hidup dengan isteri gelap, seringkali bodoh dan tidak mampu berkotbah dan mengajar umat. Teologi skolastik menjadi mandul dan malah dogmatis dianggap sebagai perdebatan tentang hal sepele antara aneka aliran teologis. Humanisme antiklerikal dan konsiliarisme mengaburkan wewenang Roma, karena sering disalahgunakan demi kepentingan dan kekuasaan duniawi.
Gerakan reformasi tidak berhasil memperbaharui keadaan yang begitu hancur di dalam Gereja. Akibatnya timbul konflik di antara banyak Gereja, yang saling menuduh meninggalkan iman yang benar. Faktor pemicu yang lain adalah banyak masalah teologis pada permulaan abad ke- 16 belum terputuskan, banyak kebiasaan dalam umat yang tidak seragam. Penghayatan iman dicampuradukan dengan takhayul, urusan agama berbaur dengan kepentingan duniawi. Praktek agama sering hanya sekedar rutinitas sehari-hari.
Dalam situasi Gereja seperti itu tampil Martin Luther seorang biarawan dari Ordo St. Agustinus (OSA) mengeritik ajaran dan kebiasaan yang tidak sejalan dengan Kitab Suci. Luther didukung oleh para pengikutnya, dan para humanism dimasa itu. Salah satunya adalah Desiderus Erasmus. Seorang humanism dari Belanda. Sampai tahun 1530 Luther dan para pengikutnya belum menganggap dirinya sudah berada di luar Gereja Katolik, karena semua kritik dianggap tidak diarahkan kepada Gereja Katolik, tetapi kepada kelompok tertentu di dalam Gereja.
        Pada saat itu terdapat beberapa pokok ajaran Gereja yang belum dirumuskan secara pasti. Dalam keadaan yang kurang pasti itu, Luther mencanangkan semboyan yang sudah dikemukakan orang lain sebelumnya: “Dalam kebingunan teologi, hanya Kitab Sucilah sumber dan norma ajaran Gereja!” Pandangan itu tersebar luas, juga di antara Reformator Katolik di Italia yang merasa putus asa terhadap pimpinan Gereja. Maka, mau tak mau orang memandang Kitab Suci sebagai sarana pembaharuan Gereja, karena para gembala sudah menjadi “orang upahan” yang tidak peduli (Yoh 10:12).

C.   Tokoh-Tokoh Yang Berperan Dalam Reformasi Gereja
1.      Martin Luther (1483-1546)
Luther lahir pada tanggal 10 November 1483 di Eisleben, Jerman. Seorang tokoh yang paling berpengaruh dalam gereja bahkan di kalangan Protestan setelah era Reformasi di mana Luther merupakan salah satu tokoh utamanya. Luther membawa pembaharuan besar di Jerman. Dalam persembunyian dia menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman.
Luther membawa pembaharuan besar di Jerman pada masa itu. Dalam persembunyian  dia menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman. Ini sangat penting sebagai sebuah pintu bagi perubahan dan kemerdekaan berpikir. Selama 1500-an tahun, yang berhak membaca Kitab Suci hanya segelintir orang dan yang berhak menafsirkannya hanya para petinggi gereja seperti Paus di Roma. Penerjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman juga membawa pembaharuan tidak hanya dalam kehidupan beragama tetapi juga dalam bidang non-agamis seperti seni dan budaya.
Pada tahun 1517 Marthin Luther mengemukakan pokok-pokok pikiran sebagai kritikan terhadap gereja meliputi 95 dalil yang kemudian ditempel di pintu Gereja Wittenberg. Pendapatnya antara lain:
a.       Amal yang baik keluar dari hati yang murni tidak akan diterima Tuhan.
b.      Hanya orang yang percaya pada Yesus Kristuslah yang dapat diterima Tuhan.
c.       Tiada orang yang dapat langsung berhubungan dengan Tuhan tanpa perantara Gereja.
d.      Tiap orang yang menyesali kesalahannya akan terlepas dari hukuman sehingga tidak diperlukan adanya surat pengampunan dosa.
e.       Gereja merupakan perkumpulan orang percaya dan Yesus-lah kepalanya sehingga kedudukan Paus selaku pemimpin agama tidak dapat diterimanya.
2.      Erasmus Desiderius Roterodamus
Adalah seorang humanis yang terkemuka dan merupakan perintis Reformasi. Karyanya edisi perjanjian Baru diterbitkan pada tahun 1516 dalam Bahasa Yunani mendorong reformasi Luther. Erasmus dilahirkan 27 oktober 1466. Ia tinggal dalam biara Augustinus selama 5 tahun (1486-1491). Pada waktu selama itu ia menulis sejumlah puisi dan karangan prosa dan lain. Dalam tulisannya sudah tampak kritiknya pada kekuasaan gereja.
Erasmus adalah seorang tokoh yang berjasa bagi gerakan reformasi gereja yang dipimpin oleh Luther. Luther menggunakan edisi baru bahasa Yunani yang dikeluarkan oleh Erasamus. Erasamus juga mengeritik keburukan-keburukan yang ada di gereja dan menasahati paus supaya mengambil tindakan-tindakan pembaharuan gereja. Hingga tahun 1524 Erasamus bersimpati pada reformasi Luther.
Pada tahun 1524, Erasmus menyatakan perlawanan terbuka terhadap Marthin Luther dengan menerbitkan tulisannya, "Diatribe-de Libero Arbitrio" (Uraian tentang Kehendak Bebas). Erasmus berpendapat bahwa sekalipun manusia telah jatuh ke dalam dosa, manusia tetap memiliki kehendak yang bebas. Kehendak bebas ini tidak berhasil mencapai keselamatan jikalau tidak ditolong dengan rahmat Allah. Luther membalas tulisan Erasmus dengan tulisannya yang berjudul "De Servo Arbitrio" (Kehendak yang Terikat). Marthin Luther berpendapat bahwa manusia, ketika jatuh ke dalam dosa, tidak lagi memiliki kehendak yang bebas. Manusia diumpamakan sebagai seekor kuda atau keledai. Jalannya kuda atau keledai itu ditentukan oleh penunggangnya. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, penunggangnya adalah Iblis dan Iblis menguasai manusia sehingga tidak ada lagi kehendak yang bebas. Marthin Luther memang adalah murid yang sejati dari Augustinus.
Dengan demikian, berakhirlah hubungan kerjasama antara Marthin Luther dengan Erasmus. Sekalipun demikian, Luther tetap menghormati Erasmus dengan kata-katanya dalam suatu surat yang dikirimkannya kepada Erasmus pada tahun 1524, antara lain sebagai berikut, "Seluruh dunia menjadi saksi atas kesuksesan Anda dalam kesusastraan klasik yang luar biasa itu yang olehnya kami dibawa kepada pengertian yang benar tentang Kitab Suci. Inilah rahmat Allah yang terbesar yang dilimpahkan kepada Anda yang menyebabkan kami harus mengucapkan syukur." Erasmus hanya mengantarkan gerakan reformasi di pertengahan jalan, seperti Musa mati di Gunung Nebo tanpa masuk ke tanah Kanaan.
3.      Zwingli 
Huldrych (atau Ulrich) Zwingli lahir di Swiss, 1 Januari 1484 adalah pemimpin Reformasi Swiss, dan pendiri Gereja Reformasi Swiss. Reformasi Zwingli didukung oleh pemerintah dan penduduk Zürich, dan menyebabkan perubahan-perubahan penting dalam kehidupan masyarakat, dan urusan-urusan negara di Zürich. Gerakan ini, khususnya, dikenal karena tanpa mengenal kasihan menganiaya kaum Anabaptis dan para pengikut Kristus lainnya yang mengambil sikap tidak melawan. Reformasi menyebar dari Zürich ke lima kanton Swiss lainnya, sementara yang lima lainnya berpegang kuat pada pandangan iman Gereja Katolik. Zwingli terbunuh di Kappel am Albis, dalam sebuah pertempuran melawan kanton-kanton Katolik.


4.      John Calvin (1509-1564)
John Calvin merupakan tokoh penting lainnya dalam gerakan reformasi gereja Protestan. Sebagaimana Luther, Calvin juga telah meletakan dasar-dasar teologis, filosofis dan intelektual yang kokoh bagi keberhasilan gerakan reformasi Protestan di Eropa. Bedanya adalah pemikiran Calvin lebih radikal di bandingkan Luther. Luther dianggap agak konservatif. Calvinisme sangat berpengaruh terhadap perjalanan sejarah Erop modern. Ia merupakan salah satu fondasi doktrinal terpenting kemajuan peradaban kapitalis Eropa di Abad modern.
Tokoh gerakan ini lahir di Noyon, Picardy, Prancis, 1509. Calvin belajar di Universitas Paris dan mendalami kajian hukum di Orlens, tempat dimana ia maat dipengaruhi oleh para pengikut Luther. Kemudian pada tahun 1541 ia mulai aktif sebagai penginjil.
Pemikiran Celvin yang kemudian menjadi basis teologis terpenting Protestantisme adalah adanya gagasan tentang takdir (predestination). Takdir manusia menurut Calvin telah ditentukan oleh Tuhan. Siapa pun tidak bisa mengubahnya, bahkan pastor sekalipun. Manusia yang selamat atau celaka di dunia mana pun di akhirat kelak memang telah ditulis nasibnya demikian. Nasib manusia sepenuhnya ditentukan oleh ibadah dan Tuhan. Ia tidak lebih hanya wayang dalam kehidupannya di dunia ini dan tuhanlah yang menjadi dalangnya.
Doktrin Calvin ini memiliki kesamaan dengan konsep takdir Agustinus yang memiliki dasar bahwa semua manusia berdosa akibat kejatuhan dan dosa adam. Jadi dalam Calvinisme dibenarkan adanya ”dosa warisan”. Menurut doktrin ini semua manusia telah terkutuk semenjak dilahirkan, namun menurutnya manusia bisa selamat seandainya ia memperoleh rahmat Tuhan (Grace of God). Untuk itu manusia dituntut untuk selalu berbuat amal kebajikan, hidup mulia demi keagungan Tuhan.
Manusia juga harus melawan hawa nafsunya, tetapi caranya bukan dengan menjadi biarawan atau biarawati, tetapi ujian keselamatan menurut Calvin selalu ada dalam aktivitas sehari-hari, maka manusia harus selalu dituntut memiliki kemampuan untuk menghadapi ujian hidup setiap saat. Hal ini ia rumuskan dalam ajaran tentang asetisme duniawi (Suhelmi,2001:157-158).
Seperti halnya Luther, Calvin pun anti sakramen suci. Doktrin anti sakramen Calvin menurut Weber, lebih jauh memeperkuat semangat individualisme. Manusia bisa langsung berhadapan dengan tuhan tanpa pelantaraan gereja ataupun pemuka agama.
Sehingga dari beberapa ajaran Calvin maupun Luther terdapat beberapa persamaan terutama tentang doktrin asketisme, anti sakramen suci dan monastisme. Hal itu menunjukkan bahwa pengaruh Luther sangat besar terhadap ajaran Calvin.

5.      John Knox 
Lahir sekitar tahun 1513 di Haddington. Ia belajar di Universitas St. Andrews lalu ditahbiskan menjadi imam Katolik tahun 1536 dan menjadi seorang notaris kepausan tahun 1540. Ia adalah salah seorang tokoh yang memengaruhi gerakan reformasi di Skotlandia. Ia merupakan salah satu murid Calvin di Jenewa, sehingga pengaruh teologi Calvinis sangat kental dalam dirinya. Menurut Knox, kekristenan dan kemerdekaan nasional harus dapat ditemukan bersama, karena keduanya merupakan suatu pergumulan yang dapat diselesaikan bersama.

6.      John Wycliff
John Wycliffe  lahir 1324 adalah seorang pengajar di Universitas Oxford, Inggris, yang dikenal sebagai filsuf, teolog, pengkhotbah, penterjemah dan tokoh reformasi Kristen di Inggris. Ia dikenal melalui karyanya menerjemahkan Alkitab dari bahasa Latin ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1382, yang dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe". Karya inilah yang mempengaruhi terjemahan-terjemahan Alkitab kemudian. Pada tahun 1371 doktrin-doktrin Wycliffe mengenai kekayaan gereja dianggap cocok bagi pemerintah sekuler saat itu, sebab gereja sangat kaya dan memiliki kurang lebih sepertiga dari seluruh tanah di Inggris. Namun demikian, gereja masih menuntut kebebasan pajak dari pemerintah. Doktrin-doktrin Wycliffe dipakai untuk memaksa para rohaniawan yang segan membayar, sehingga dengan begitu pemerintah dapat membiayai perang yang mahal melawan Prancis.
D.   Dampak Reformasi Gereja di Eropa.
Setiap adanya suatu tindakan pasti menimbulkan suatu dampak atau akibat, begitulah dengan terjadinya reformasi gereja. Dengan adanya gerakan reformasi yang semakin menggeliat dalam Gereja. Hal ini menimbulkan berbagai dampak positive maupun dampak negative di eropa. Diantanya adalah :
1. Terpecah – belahnya umat gereja katholik di Eropa.
2. Konflik yang terjadi antara filsuf humanism dan para otoritas yang menjaga kemurnian agama kristen.
3. Adanya abad kegelapan karena doktrin dari gereja.
4. Terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh para pendukung tokoh reformator, yang didominasi oleh para kaum petani miskin yang ingin mendapatkan kebebasan.
5. Lahirnya Gereja Reformasi atau Gereja Protestan.
6. Lahirnya ratusan sekte baru dalam Gereja.
7. Reformasi gereja diilhami dari terjadinya renaisan pada abad pertengahan, menghasilkan pemikiran Barat kearah modern dan mempunyai rujukan jelas menuju liberalisme dan kebebasan. Renaisans adalah masa kelahiran atau kebangkitan kembali manusia Barat setelah tertidur lama pada masa yang disebut “abad kegelapan” (dark ages).
8. Injil yang tidak lagi hanya berbahasa latin.


2 komentar:

  1. perkembangan zaman, kualitas iman dan pelayanan membuat Gereja harus melakukan reformasi

    BalasHapus
  2. Bagaimana dengan konsepsi reformasinya?

    BalasHapus