REFORMASI
GEREJA
A. Konsep
Reformasi Gereja
Reformasi
berasal dari kata ‘re’ artinya kembali dan ‘form’ artinya bentuk. Reformasi
adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (bidang sosial, politik atau
agama) dalam suatu masyarakat. Reformasi gereja adalah sebuah upaya perbaikan
tatanan kehidupan yang dinominasi oleh otokrasi pada ajaran yang menyimpang
yang bertujuan untuk kembali ke bentuk ajaran agama seperti yang dicontohkan
oleh Nabi Isa As.
Konsep tentang “Reformasi”. Menurut
McGrath, istilah “Reformasi” dipergunakan dalam banyak arti dan karena itu
perlu dilihat perbedaan-perbedaannya. Ada empat unsur yang terdapat dalam
definisi tentang Reformasi yaitu: Lutheranisme, gereja Reformed (“Calvinisme”),
Reformasi radikal (“Anabaptisme”) dan Kontra-Reformasi atau Reformasi Katolik.
Artinya, istilah “Reformasi” dipergunakan untuk merujuk pada keempat gerakan
ini. Di sisi lain, menurut McGrath, dalam karya ilmiah istilah “Reformasi”
dipergunakan untuk merujuk pada “Reformasi magisterial” atau “Reformasi arus
utama” – yang berhubungan dengan gereja-gereja Lutheran dan Reformed, tanpa
Anabaptis.
Ungkapan “Reformasi magisterial”
dimaksudkan untuk mengarahkan perhatian pada hubungan yang erat antara gereja
dan penguasa hukum dari program-program pembaruan tokoh-tokoh seperti Martin
Luther atau Martin Bucer. Istilah “Reformasi magisterial” secara bertahap
dipakai untuk merujuk pada dua arti pertama dari istilah itu (yaitu mencakup
Lutheranisme dan gereja Reformed) secara bersama-sama, dan istilah “Reformasi radikal”
merujuk pada arti ketiga (yaitu mencakup Anabaptisme). Dan McGrath menegaskan
bahwa karyanya ini khusus membahas ide-ide Reformasi magisterial yakni:
(a) Reformasi Luther. Reformasi ini
dikaitkan dengan wilayah-wilayah Jerman di bawah pengaruh pribadi yang
berkharisma – Martin Luther yang khusus memperhatikan masalah doktrin
pembenaran, yang merupakan pokok utama dari pemikiran keagamaannya. Reformasi
ini pada mulanya berbentuk reformasi adamis yang terutama berkenaan dengan
pembaruan pengajaran teologi di Universitas Wittenberg yang kemudian berubah
menjadi suatu program untuk pembaruan gereja dan masyarakat.
(b) Gereja Reformed. Berkembang
mulai dari negara Konfederasi Swiss yang berakar pada serangkaian usaha
membarui moral dan peribadahan gereja (tanpa mementingkan ajarannya)
agar lebih sesuai dengan pola yang terdapat dalam Alkitab. Tokoh gerakan ini
adalah: Huldrych Zwingli, Heinrich Bullinger, Yohanes Calvin, Theodore Beza,
William Perkins atau John Owen. Istilah “Reformed” merujuk pada gereja-gereja
(terutama di Swiss, Dataran Rendah dan Jerman) dan pemikir-pemikir keagamaan
(seperti Theodore Beza, William Perkins atau John Owen) yang mendasarkan
pemikirannya atas buku besar karya Calvin, Christianae Religionis
Institutio atau dokumen-dokumen gereja (seperti Katekismus
Heidelberg). Gereja Reformed ini lebih dikenal dengan “Calvinisme” sejak
tahun 1560-an padahal seluruh pemikiran gerakan ini bukan hanya bersumber dari
Calvin sendiri.
(c) Reformasi Radikal (Anabaptisme). Istilah “Anabaptis” mempunyai
asal-usulnya pada Zwingli yang muncul pertama kali di sekitar Zurich, setelah
Reformasi Zwingli awal tahun 1520-an. Gerakan ini berpusat pada individu
seperti Conrad Grebel yang menuduh Zwingli tidak setia pada prinsip-prinsip
reformasinya. Orang-orang Anabaptis mempunyai alasan yang kuat untuk menuduh
Zwingli berkompromi. Misalnya, dalam tulisan Zwingli yang berjudul Apologeticus
Archeteles (1522), Zwingli mengakui ide tentang “kepemilikan bersama” (community
of goods) sebagai prinsip yang khas Kristen, tetapi tahun 1525, Zwingli
mengubah pandangannya dan sampai pada pendapat bahwa kepemilikan pribadi atas
harta benda bagaimanapun juga bukanlah merupakan hal yang jelek. Tokoh gerakan
ini adalah Balthasar Hubmaier, Pilgram Marbeck dan Menno Simons.
Ajaran yang sangat menonjol dalam gerakan ini adalah:
suatu ketidakpercayaan yang umum terhadap penguasa luar, penolakan akan
baptisan anak dan dukungan pada baptisan orang dewasa yang percaya, kepemilikan
bersama atas harta benda dan penekanan atas pasifisme dan gerakan tanpa
kekerasan. Bagi beberapa kalangan gerakan ini disebut sebagai “sayap kiri dari
Reformasi“ (Roland H.Bainton) atau “Reformasi radikal” (George Hunston
Williams). Dokumen yang paling penting yang muncul dalam gerakan ini adalah
“Pengakuan Schleitheim” yang disusun oleh Michael Sattler pada 24 Februari 1527
yang berisi “artikel-artikel pemisahan” yang membedakan Anabaptis dengan
gerakan Reformasi maupun yang di luar Reformasi. Fungsi pengakuan ini untuk
membedakan orang-orang Anabaptis dari mereka yang di sekelilingnya – orang papis
(Katolik) dan antipapis (Protestan/Reformasi magisterial) dan
pengakuan ini juga berfungsi sebagai pemersatu perbedaan-perbedaan yang mungkin
ada di antara mereka.
(d) Reformasi Katolik. Istilah ini
dipakai untuk merujuk revitalisasi dari Katolikisme Roma dalam periode setelah
pembukaan Konsili Trente (1545). Gerakan ini sering digambarkan sebagai
“Kontra-Reformasi”. Gerakan ini bertujuan untuk memerangi Reformasi Protestan
dengan maksud membatasi pengaruh Protestanisme. Kemudian gerakan ini bertujuan
untuk melakukan pembaruan atas dirinya sendiri untuk menyingkirkan
alasan-alasan kritikan dari kaum Protestan. Konsili Trente, bentuk yang paling
menonjol dari Refomasi Katolik, menjelaskan pengajaran Katolik atas sejumlah
masalah yang membingungkan dan mengintroduksikan lebih banyak lagi pembaruan
yang diperlukan dalam hubungan dengan kelakuan dari kaum rohaniwan, disiplin
gerejawi, pendidikan keagamaan dan kegiatan pekabaran Injil. Gerakan pembaruan
ini terutama dirangsang oleh reformasi dari banyak keagamaan yang lebih tua dan
pendirian orde-orde yang baru seperti Yesuit.
B. Latar Belakang Terjadinya Reformasi
Gereja
Reformasi gereja tercetus pertama
kali pada abad ke-16 yang terjadi di Eropa Barat. Reformasi Gereja 1483-1546 terjadi karena banyaknya
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada agama khususnya umat kristiani.
Antara lain yaitu adanya penjualan surat pengampunan dosa yang disebut surat
aflat. Surat pengampunan itu dijual
kepada mereka yang tidak dapat ikut dalam perang salib antara abad 11-13,
Kebiasaan penjualan Surat pengampunan dosa kemudian dilakukan untuk
mengumpulkan dana bagi pembangunan geraja. Dan dilakukan penyogokkan oleh
pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka memperoleh kedudukan sosial
keagamaan yang tinggi. Serta adanya penyimpangan terhadap acara sakramen suci
atau ritus pemujaan terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang
nantinya akan menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal,
seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia yang memiliki sifat yang
sama dengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.
Reformasi ini terjadi akibat
banyaknya ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik Roma pada saat itu.
Ketidakpuasan ini terjadi di Bohemia, Inggris dan di tempat-tempat yang lain.
Para pemimpin gereja pada masa itu hidup secara munafik dan bertentangan dengan
Kitab Suci. Rakyat menyaksikan kerusakan moral gereja yang bahkan melebihi
kerusakan moral dalam kalangan orang biasa. Tetapi rakyat tidak berhak
mengkritik karena adanya anggapan bahwa para pemimpin adalah wakil Tuhan dan
rakyat harus mentaati mereka. Keadaan ini membuat orang-orang mulai
meninggalkan gereja, namun mereka tetap terikat oleh gereja sebab adanya
pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan hanya terdapat di dalam gereja dan
di luar gereja pasti binasa.
Abad
pertengahan dimulai sekitar abad ke-5 sampai abad ke-17 M. Abad pertengahan
berati zaman tengah atau zaman yang menengahi dua zaman penting, yaitu zaman
kuno (Yunani-Romawi) dan zaman modern. Semangat berpikir para filsuf di abad
pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara filsafat dan agama,
yang sebelumnya tidak terjadi seperti ini. Karena para filsuf yang hidup di
abad pertengahan hampir semuanya adalah penganut agama kristen, dan bahkan
banyak yang tergolong sebagai orang-orang penting dalam agama kristen lantaran
mereka tergolong dalam golongan rohaniawan atau biarawan, seperti uskup, rahib,
imam, dan pimpinan biara.
Abad pertengahan disebut juga
sebagai abad kegelapan. Karena pada tahun 529 M, kaisar Justinianus
mengeluarkan undang-undang ajaran filsafat apapun di Athena. Hal ini
menyebabkan ditutupnya sekolah-sekolah filsafat, termasuk Academy Plato. Tujuan
dari dikeluarkanya undang-undang ini adalah untuk melindungi ajaran kristen
dari serangan orang-orang yang percaya bahwa filsafat Yunani lebih bagus dari
ajaran kristen. Namun, dibalik doktrin dari gereja, kebebasan berpikir walaupun
masih dalam konstek kristen juga sangat nampak. Hal ini terlihat dari perbedaan
pemikiran para filsuf kristen yang menyebabkan munculnya berbagai aliran dalam
ajaran kristen. Bahkan ada beberapa filsuf dimasa itu yang berani
mengkonfrontasi dengan mereka yang memiliki otoritas menjaga kemurnian agama
kristen.
Oleh
karena itu, telah terjadi perbedaan proyek berpikir dan karakter berpikir. Pada
abad pertengahan ( 13M – 16M ) merupakan abad yang khas, karena di abad ini
perkembangan gereja (seiring dengan bangkitnya budaya Yunani dan Romawi)
semakin nyata, Karel Agung sebagai Raja Eropa mengadopsi gereja sebagai agama
negara, kemudian ia mempersatukan Eropa Barat, sehingga menjadi suatu badan
yang sangat kuat, yang berjiwa Katolik. Namun dimasa ini juga terjadi
perpecahan gereja, hal ini terjadi berkaitan dengan gejala kemerosotan yang
sedang menggerogoti Gereja Katolik akibat ulah pejabat tinggi Gereja (abas,
prelat uskup, kardinal dan paus) yang bertanggungjawab atas keluhuran dan
keagungan Gereja Kristus. Catatan sejarah mengingatkan kita bahwa mereka hanya
mengejar kepentingan duniawi, memajukan kesenian serta sastra dan memikirkan
sanak-saudara (nepotisme). Peristiwa seperti Skisma Barat (1378-1417) waktu
tiga paus menyalahgunakan wewenang rohani mereka, pemilihan paus yang tidak
pantas seperi Alexander VI (1492-1503) dan Leo IX (1513-1521), lalu korupsi
serta komersialisasi jabatan gerejani yang begitu hebat sehingga membuat orang
baik dan saleh pun hampir putus asa. Banyak pejabat Gereja menjadi pangeran
duniawi namun melalaikan tugas rohani mereka, imam-imam paroki tidak terdidik,
hidup dengan isteri gelap, seringkali bodoh dan tidak mampu berkotbah dan
mengajar umat. Teologi skolastik menjadi mandul dan malah dogmatis dianggap
sebagai perdebatan tentang hal sepele antara aneka aliran teologis. Humanisme
antiklerikal dan konsiliarisme mengaburkan wewenang Roma, karena sering
disalahgunakan demi kepentingan dan kekuasaan duniawi.
Gerakan
reformasi tidak berhasil memperbaharui keadaan yang begitu hancur di dalam
Gereja. Akibatnya timbul konflik di antara banyak Gereja, yang saling menuduh
meninggalkan iman yang benar. Faktor pemicu yang lain adalah banyak masalah
teologis pada permulaan abad ke- 16 belum terputuskan, banyak kebiasaan dalam
umat yang tidak seragam. Penghayatan iman dicampuradukan dengan takhayul,
urusan agama berbaur dengan kepentingan duniawi. Praktek agama sering hanya
sekedar rutinitas sehari-hari.
Dalam
situasi Gereja seperti itu tampil Martin Luther seorang biarawan dari Ordo St.
Agustinus (OSA) mengeritik ajaran dan kebiasaan yang tidak sejalan dengan Kitab
Suci. Luther didukung oleh para pengikutnya, dan para humanism dimasa itu.
Salah satunya adalah Desiderus Erasmus. Seorang humanism dari Belanda. Sampai
tahun 1530 Luther dan para pengikutnya belum menganggap dirinya sudah berada di
luar Gereja Katolik, karena semua kritik dianggap tidak diarahkan kepada Gereja
Katolik, tetapi kepada kelompok tertentu di dalam Gereja.
Pada saat itu terdapat beberapa pokok
ajaran Gereja yang belum dirumuskan secara pasti. Dalam keadaan yang kurang
pasti itu, Luther mencanangkan semboyan yang sudah dikemukakan orang lain
sebelumnya: “Dalam kebingunan teologi, hanya Kitab Sucilah sumber dan norma
ajaran Gereja!” Pandangan itu tersebar luas, juga di antara Reformator Katolik
di Italia yang merasa putus asa terhadap pimpinan Gereja. Maka, mau tak mau
orang memandang Kitab Suci sebagai sarana pembaharuan Gereja, karena para
gembala sudah menjadi “orang upahan” yang tidak peduli (Yoh 10:12).
C. Tokoh-Tokoh Yang Berperan Dalam
Reformasi Gereja
1.
Martin Luther (1483-1546)
Luther lahir pada tanggal 10
November 1483 di Eisleben, Jerman. Seorang tokoh yang paling berpengaruh dalam
gereja bahkan di kalangan Protestan setelah era Reformasi di mana Luther
merupakan salah satu tokoh utamanya. Luther membawa pembaharuan besar di
Jerman. Dalam persembunyian dia menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Baru ke
dalam bahasa Jerman.
Luther
membawa pembaharuan besar di Jerman pada masa itu. Dalam persembunyian
dia menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jerman. Ini
sangat penting sebagai sebuah pintu bagi perubahan dan kemerdekaan berpikir.
Selama 1500-an tahun, yang berhak membaca Kitab Suci hanya segelintir orang dan
yang berhak menafsirkannya hanya para petinggi gereja seperti Paus di Roma.
Penerjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Jerman juga membawa pembaharuan tidak
hanya dalam kehidupan beragama tetapi juga dalam bidang non-agamis seperti seni
dan budaya.
Pada tahun 1517
Marthin Luther mengemukakan pokok-pokok pikiran sebagai kritikan terhadap
gereja meliputi 95 dalil yang kemudian ditempel di pintu Gereja Wittenberg.
Pendapatnya antara lain:
a.
Amal yang
baik keluar dari hati yang murni tidak akan diterima Tuhan.
b.
Hanya
orang yang percaya pada Yesus Kristuslah yang dapat diterima Tuhan.
c.
Tiada
orang yang dapat langsung berhubungan dengan Tuhan tanpa perantara Gereja.
d.
Tiap
orang yang menyesali kesalahannya akan terlepas dari hukuman sehingga tidak
diperlukan adanya surat pengampunan dosa.
e.
Gereja
merupakan perkumpulan orang percaya dan Yesus-lah kepalanya sehingga kedudukan
Paus selaku pemimpin agama tidak dapat diterimanya.
2. Erasmus Desiderius Roterodamus
Adalah
seorang humanis yang terkemuka dan merupakan perintis Reformasi. Karyanya edisi
perjanjian Baru diterbitkan pada tahun 1516 dalam Bahasa Yunani mendorong
reformasi Luther. Erasmus dilahirkan 27 oktober 1466. Ia tinggal dalam biara
Augustinus selama 5 tahun (1486-1491). Pada waktu selama
itu ia menulis sejumlah puisi dan karangan prosa dan lain. Dalam tulisannya
sudah tampak kritiknya pada kekuasaan gereja.
Erasmus
adalah seorang tokoh yang berjasa bagi gerakan reformasi gereja yang dipimpin
oleh Luther. Luther menggunakan edisi baru bahasa Yunani yang dikeluarkan oleh
Erasamus. Erasamus juga mengeritik keburukan-keburukan yang ada di gereja dan
menasahati paus supaya mengambil tindakan-tindakan pembaharuan gereja. Hingga
tahun 1524 Erasamus bersimpati pada reformasi Luther.
Pada
tahun 1524, Erasmus menyatakan perlawanan terbuka terhadap Marthin Luther
dengan menerbitkan tulisannya, "Diatribe-de Libero Arbitrio" (Uraian
tentang Kehendak Bebas). Erasmus berpendapat bahwa sekalipun manusia telah
jatuh ke dalam dosa, manusia tetap memiliki kehendak yang bebas. Kehendak bebas
ini tidak berhasil mencapai keselamatan jikalau tidak ditolong dengan rahmat
Allah. Luther membalas tulisan Erasmus dengan tulisannya yang berjudul "De
Servo Arbitrio" (Kehendak yang Terikat). Marthin Luther berpendapat bahwa
manusia, ketika jatuh ke dalam dosa, tidak lagi memiliki kehendak yang bebas.
Manusia diumpamakan sebagai seekor kuda atau keledai. Jalannya kuda atau
keledai itu ditentukan oleh penunggangnya. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa,
penunggangnya adalah Iblis dan Iblis menguasai manusia sehingga tidak ada lagi
kehendak yang bebas. Marthin Luther memang adalah murid yang sejati dari
Augustinus.
Dengan demikian, berakhirlah hubungan kerjasama antara
Marthin Luther dengan Erasmus. Sekalipun demikian, Luther tetap menghormati
Erasmus dengan kata-katanya dalam suatu surat yang dikirimkannya kepada Erasmus
pada tahun 1524, antara lain sebagai berikut, "Seluruh dunia menjadi saksi
atas kesuksesan Anda dalam kesusastraan klasik yang luar biasa itu yang olehnya
kami dibawa kepada pengertian yang benar tentang Kitab Suci. Inilah rahmat
Allah yang terbesar yang dilimpahkan kepada Anda yang menyebabkan kami harus
mengucapkan syukur." Erasmus hanya mengantarkan gerakan reformasi di pertengahan
jalan, seperti Musa mati di Gunung Nebo tanpa masuk ke tanah Kanaan.
3.
Zwingli
Huldrych (atau Ulrich) Zwingli lahir di Swiss, 1 Januari 1484 adalah
pemimpin Reformasi Swiss, dan pendiri Gereja Reformasi Swiss. Reformasi Zwingli
didukung oleh pemerintah dan penduduk Zürich, dan menyebabkan
perubahan-perubahan penting dalam kehidupan masyarakat, dan urusan-urusan
negara di Zürich. Gerakan ini, khususnya, dikenal karena tanpa mengenal kasihan
menganiaya kaum Anabaptis dan para pengikut Kristus lainnya yang mengambil
sikap tidak melawan. Reformasi menyebar dari Zürich ke
lima kanton Swiss lainnya, sementara yang lima lainnya berpegang kuat
pada pandangan iman Gereja Katolik. Zwingli terbunuh di Kappel am Albis,
dalam sebuah pertempuran melawan kanton-kanton Katolik.
4.
John Calvin (1509-1564)
John
Calvin merupakan tokoh penting lainnya dalam gerakan reformasi gereja
Protestan. Sebagaimana Luther, Calvin juga telah meletakan dasar-dasar
teologis, filosofis dan intelektual yang kokoh bagi keberhasilan gerakan
reformasi Protestan di Eropa. Bedanya adalah pemikiran Calvin lebih radikal di
bandingkan Luther. Luther dianggap agak konservatif. Calvinisme sangat
berpengaruh terhadap perjalanan sejarah Erop modern. Ia merupakan salah satu
fondasi doktrinal terpenting kemajuan peradaban kapitalis Eropa di Abad modern.
Tokoh gerakan ini lahir di Noyon, Picardy,
Prancis, 1509. Calvin belajar di Universitas Paris dan mendalami kajian hukum
di Orlens, tempat dimana ia maat dipengaruhi oleh para pengikut Luther.
Kemudian pada tahun 1541 ia mulai aktif sebagai penginjil.
Pemikiran Celvin yang kemudian menjadi basis
teologis terpenting Protestantisme adalah adanya gagasan tentang takdir (predestination).
Takdir manusia menurut Calvin telah ditentukan oleh Tuhan. Siapa pun tidak bisa
mengubahnya, bahkan pastor sekalipun. Manusia yang selamat atau celaka di dunia
mana pun di akhirat kelak memang telah ditulis nasibnya demikian. Nasib manusia
sepenuhnya ditentukan oleh ibadah dan Tuhan. Ia tidak lebih hanya wayang dalam
kehidupannya di dunia ini dan tuhanlah yang menjadi dalangnya.
Doktrin Calvin ini memiliki kesamaan dengan
konsep takdir Agustinus yang memiliki dasar bahwa semua manusia berdosa akibat
kejatuhan dan dosa adam. Jadi dalam Calvinisme dibenarkan adanya ”dosa
warisan”. Menurut doktrin ini semua manusia telah terkutuk semenjak dilahirkan,
namun menurutnya manusia bisa selamat seandainya ia memperoleh rahmat Tuhan
(Grace of God). Untuk itu manusia dituntut untuk selalu berbuat amal kebajikan,
hidup mulia demi keagungan Tuhan.
Manusia juga harus melawan hawa nafsunya,
tetapi caranya bukan dengan menjadi biarawan atau biarawati, tetapi ujian
keselamatan menurut Calvin selalu ada dalam aktivitas sehari-hari, maka manusia
harus selalu dituntut memiliki kemampuan untuk menghadapi ujian hidup setiap
saat. Hal ini ia rumuskan dalam ajaran tentang asetisme duniawi
(Suhelmi,2001:157-158).
Seperti halnya Luther, Calvin pun anti
sakramen suci. Doktrin anti sakramen Calvin menurut Weber, lebih jauh
memeperkuat semangat individualisme. Manusia bisa langsung berhadapan dengan
tuhan tanpa pelantaraan gereja ataupun pemuka agama.
Sehingga dari beberapa ajaran Calvin maupun
Luther terdapat beberapa persamaan terutama tentang doktrin asketisme, anti
sakramen suci dan monastisme. Hal itu menunjukkan bahwa pengaruh Luther sangat
besar terhadap ajaran Calvin.
5.
John Knox
Lahir sekitar tahun 1513 di Haddington. Ia belajar di Universitas St. Andrews lalu ditahbiskan menjadi imam Katolik tahun 1536 dan menjadi seorang notaris kepausan tahun 1540. Ia adalah salah seorang
tokoh yang memengaruhi gerakan reformasi di Skotlandia.
Ia merupakan salah satu murid Calvin di Jenewa, sehingga pengaruh teologi Calvinis sangat
kental dalam dirinya. Menurut Knox, kekristenan dan kemerdekaan nasional harus
dapat ditemukan bersama, karena keduanya merupakan suatu pergumulan yang dapat
diselesaikan bersama.
6.
John Wycliff
John Wycliffe
lahir 1324 adalah seorang pengajar di Universitas
Oxford, Inggris, yang dikenal
sebagai filsuf, teolog, pengkhotbah, penterjemah dan tokoh reformasi Kristen di
Inggris. Ia dikenal melalui karyanya menerjemahkan
Alkitab dari bahasa Latin ke dalam bahasa
Inggris pada tahun 1382, yang
dikenal sebagai "Alkitab Wycliffe". Karya inilah yang mempengaruhi
terjemahan-terjemahan Alkitab kemudian. Pada tahun 1371 doktrin-doktrin
Wycliffe mengenai kekayaan gereja dianggap cocok bagi pemerintah sekuler saat
itu, sebab gereja sangat kaya dan memiliki kurang lebih sepertiga dari seluruh
tanah di Inggris. Namun demikian, gereja masih menuntut kebebasan pajak dari
pemerintah. Doktrin-doktrin Wycliffe
dipakai untuk memaksa para rohaniawan yang segan membayar, sehingga dengan
begitu pemerintah dapat membiayai perang yang mahal melawan Prancis.
D. Dampak Reformasi Gereja di Eropa.
Setiap adanya suatu tindakan pasti
menimbulkan suatu dampak atau akibat, begitulah dengan terjadinya reformasi
gereja. Dengan adanya gerakan reformasi yang semakin menggeliat dalam Gereja. Hal
ini menimbulkan berbagai dampak positive maupun dampak negative di eropa.
Diantanya adalah :
1. Terpecah – belahnya umat gereja
katholik di Eropa.
2. Konflik yang terjadi antara
filsuf humanism dan para otoritas yang menjaga kemurnian agama kristen.
3. Adanya abad kegelapan karena
doktrin dari gereja.
4. Terjadinya pemberontakan
yang dilakukan oleh para pendukung tokoh reformator, yang didominasi oleh para
kaum petani miskin yang ingin mendapatkan kebebasan.
5. Lahirnya Gereja Reformasi
atau Gereja Protestan.
6. Lahirnya ratusan sekte baru dalam
Gereja.
7. Reformasi gereja diilhami dari
terjadinya renaisan pada abad pertengahan, menghasilkan pemikiran Barat kearah
modern dan mempunyai rujukan jelas menuju liberalisme dan kebebasan. Renaisans
adalah masa kelahiran atau kebangkitan kembali manusia Barat setelah tertidur
lama pada masa yang disebut “abad kegelapan” (dark ages).
8. Injil yang tidak lagi hanya
berbahasa latin.
perkembangan zaman, kualitas iman dan pelayanan membuat Gereja harus melakukan reformasi
BalasHapusBagaimana dengan konsepsi reformasinya?
BalasHapus