Kamis, 31 Maret 2016

Tokoh-Tokoh Ulama' Hadits

TOKOH-TOKOH ULAMA’ HADITS
Makalah ini diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Studi Hadis
Dosen Pengampu : Zaenu Zuhdi, M.HI


Disusun oleh kelompok 11:
1.      Riska Nurfauziah                (13130098)
2.      Istiwasiaturrohmi                (13130113)




JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Berbicara mengenai hadits yang sudah tersebar luas diseluruh jagat raya ini, tentu hal tersebut tidak lepas dari hal penting para actor di belakangnya. Para actor tersebut adalah perawi hadits dan tokoh-tokoh yang mendalami ilmu hadits yang tentu hebat karena mereka memiliki potensi diri yang baik, baik dari segi intelektual, tetapi juga emosional dan spiritual. Untuk melakukan hal ini tentu tidak sembarang orang bisa melakukannya. Sebab, tidak mudah untuk dan dalam melaksanakan tugas ini tentu banyak rintangan dan perjuangan,
Mempelajari hadits merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab hadits merupakan salah satu pegangan dalam ajaran islam. Begitu pula dalam mempelajari ilmu hadits tak bisa dielakkan dalam mempelajari sejarah para periwayatnya untuk mengetahui kedudukan suatu hadits. Demikian juga dalam mentakhrij suatu hadits, maka kita harus mengetahui tentang biografi perawi hadits dan karya- karyanya.
Kedudukan hadits juga akan dipengaruhi oleh siapa yang meriwayatkannya, setelah diketahui bagaimana seorang rawi maka ini merupakan salah satu faktor penentu apakah hadits tersebut shahih, hasan, atau dhaif. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai biografi dan hasil karya dari enam imam perawi hadits yaitu Imam Bukhari, Imam muslim, Tirmidzi, Abu daud, An-nasa’iy, dan Ibnu majah.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana biografi tokoh-tokoh ulama hadits dalam kutubus sittah, karya-karyanya serta metodologi penulisan kitabnya?
C.     Tujuan
Untuk mengetahui biografi tokoh-tokoh ulama hadits dalam kutubus sittah, karya-karyanya serta metodologi penulisan kitabnya


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Imam Bukhori
1.      Biografi
Nama lengkap Imam Bukhari  ialah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Al-Mughirah Al-Ja’fi  ibn Bardizbah Al-Bukhari.  Beliau lahir pada hari jum’at malam 13 syawal 194 H / 21 Juli 810 M di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah.  Beliau adalah cucu dari seorang Persia bernama Bardizbah pemeluk agama Majusi. Ayahnya bernama Ismail, seorang ulama besar ahli hadis. Ayahnya belajar hadis dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Imam Bukhari dalam kitab At-Tarikh Al-Kabir. Ayahnya meninggal pada waktu beliau masih kecil. Beliau mempunyai ibu yang sangat lemah lembut dan kakak bernama Ahmad.
Ketika beliau dilahirkan, tidak lama kemudian beliau kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati dan ibunya menangis dan terus berdo’a kepada Tuhan agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya ibunya bermimpi didatangi abu al-anbiya’ Ibrahim AS dan berkata: “wahai ibu, Allah telah mengembalikan penglihatan putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali, semua itu berkat do’amu yang tiada hentinya.”  Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal.
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Beliau mulai belajar hadits saat masih sangat mudah, bahkan masih kurang dari sepuluh tahun. Beliau berguru pada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia enam belas tahun, beliau telah menghafal banyak kitab ulama awal terkemuka, seperti Ibn Al-Mubarak, Waki’, dan sebagainya. Beliau tidak berhenti pada menghafal hadits dan kitab ulama awal, tapi juga mempelajari biografi seluruh periwayat yang ambil bagian dalam periwayatan suatu hadits, tanggal kelahiran dan wafat mereka, tempat lahir mereka dan sebagainya.
Beliau tinggal di Hijaz selama enam tahun untuk belajar hadits dan melakukan perjalanan ke Baghdad delapan kali. Pada usia 18 tahun beliau sudah mengarang kitab tentang kehidupan sahabat dan perdebatan pendapat seputar tabi’in (Qadhaya Shahabah wa Tabi’in). Dilanjutkan kemudian dengan menyusun buku sejarah yang ditulisnya di samping makam Nabi SAW saat malam-malam bulan purnama. Beliau juga hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab dan dari satu juta hadits yang diriwayatkan 80.000 rawi disaring menjadi 7.275 hadits.
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bhukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para rawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya, antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz, (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai Asia Barat. Di Baghdad, beliau sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hambal. Dari sejumlah kota itu, beliau bertemu dengan 80.000 rawi. Dari merekalah, Bukhari mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun, tidak semua hadits yang dihafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad dari hadits tersebut bersambung dan apakah rawinya hadits itu terpecaya dan tsiqoh. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bukhari menulis sebanyak 9.082 hadits dalam karya monumentalnya, Al-Jami’ Ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Diantara guru-gurunya dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits, antara lain Ali bin Al-Madani, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al-Faryabi, Makki bin Ibrahim AL-Bakhi dan Muhammad bin Yusuf Al-Baykandi. Selain itu, ada 289 ahli hadits yang haditsya dikutip dalam kitab Shahihnya. Banyak pula ahli hadits yang berguru kepadanya, seperti Syeikh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para rawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang beliau lontarkan kepada para rawi juga cukup halus, namun tajam. Kepada rawi yang sudah jelas kebohongannya, ia berkata, “Perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri dari hal itu.” Sementara kepada para rawi yang haditsnya tidak jelas, beliau menyatakan, “haditsnya diingkari.” Bahkan, banyak meninggalkan rawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata, “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan rawi, yang dalam pandangan saya perlu dipertimbangkan.
Beliau wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia, beliau berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban, serta beliau meninggal dengan tidak meninggalkan seorang anak pun.
2.      Karya-karyanya
Karya-karya imam bukhari diantaranya : Al-Jami’ As-Shahih (Shahih Bukhari), Al-Adab Al-Mufrad, At-Tarikh As-Sagir, At-Tarikh Al-Awsat, At-Tarikh Al-KAbir, At-Tafsir Al-Kabir, Kitab Al-I’lal, Raf’ul yadain fis-Salah, Birril Walidain, Kitab Al-Asyribah, dan lain-lain.
Persyaratan Bukhari dalam menerima hadits untuk shahihnya:
a)      Periwayatnya haruslah orang berkepribadian sangat luhur dan termasuk dalam golongan yang sangat tinggi dalam penguasaan literature dan standar akademisnya.
b)      Harus ada informasi positif bahwa para periwayat saling bertemu dan bahwa si murid belajar dari syeikhnya.
3.      Metodologi
Metodologi yang digunakan oleh imam Bukhari dalam menyusun kitab Shahihnya sebagai berikut:
a.       Dalam meriwayatkan hadits, beliau memilih sanad hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang paling sempurna dari sanad-sanad yang ada.
b.      Dalam shahihnya, beliau membagi topic pembahasannya menjadi Sembilan puluh satu sub bahasan (kitab).
c.       Memiliki susunan dan penataan yang amat sempurna.
d.      Dalam penyusunannya, beliau mencantumkan banyak sub bahasan yang berkaitan dengan hukum-hukum syariat, sejarah, perbudakan, zuhud, adab dan etika, aqidah, dan lain-lain.
e.       Hadits-hadits yang terdapat dalam shahihnya merupakan hadits pilihan dari ratusan ribu hadits, dan diambil khusus hadits-hadits shahih yang memiliki derajat yang amat sempurna.
f.       Beliau mencantumkan sekitar empat ribu hadits dengan tanpa yang diulang.
g.      Dalam meriwayatkan satu hadits beliau meriwayatkan dengan beberapa sanad.
h.      Hadits-hadits yang beliau riwayatkan dengan beberapa sanad memiliki banyak manfaat, yaitu menunjukkan perbedaan matan yang terdapat dalam hadits tersebut.
i.        Pemilihan judul bab sangat jeli dan mencerminkan isi hadits-hadits yang dicantumkan didalamnya, bahkan merupakan hukum dan kesimpulan dari hadits yang dibawahnya.
j.        Hadit-hadits yang diriwayatkan secara mu’allaq, ternyata telah beliau riwayatkan secara muttasil dalam bab lain.
B.     Imam Muslim
1.      Biografi
Nama lengkap Imam Muslim adalah Imam Abu Husain Muslim Ibn Al-Hajjaj ibn Muslim Ibn Kausyaz Al-Qusyairi Al-Naisaburi. Beliau lahir  pada tahun 204 H di Naisabur dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga berpendidikan yang haus akan ilmu hadits. Beliau belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai tahun 218 H. Beliau pergi ke HIjaz, Iraq, Syam, Mesir dan Negara-negara lainnya. Dalam lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di khurasan (Iran), beliau mendengar hadits dari Yahya dan Ishak bin Rahuya. Di Rayyi, beliau mengambil hadits dari Muhammad bin Mihram. Di Irak, beliau mengambil hadits dari Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Dan di Hijaz, beliau mengambil hadits dari Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya.
Imam muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. Pada waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika trjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, beliau bergabung kepada Imam Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib Al-Bahgdawi berkata: “ Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperlihatkan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya. Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab, beliau mempunyai ciri khas dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum pernah diperkenalkan orang sebelumnya. Abu Quraisy Al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang, salah satu diantaranya adalah Muslim.
Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya ialah Abu Isa Al-Turmudzi, Yahya bin Sha’id, Muhammad bin Mihlal, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan (seorang peerawi kitab Muslim), Muhammad bin ishaq bin huzaimah, dan masih banyak lagi. Mereka telah sepakat mengakui kebesaran imam Muslim, keimanan, ketinggian martabat, dan kecerdasannya dalam menyusun hadits, serta sebagai orang yang pertama dan paling baik dalam membuat sistematika penyusunan hadits.
Shahih muslim merupakan kitabnya yang popular di seluruh dunia dan namanya terkenal dimana-mana. Dalam menyusun kitabnya itu, beliau menghabiskan waktu 15 tahun. Dan didalam kitabnya itu beliau menghimpun sebanyak 12000 hadits yang diseleksinya dari 30000 hadits.
Imam Muslim wafat pada minggu sore dan dikebumikan di kampong Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H/ 5 Mei 875 M dalam usia yang tidak terlalu tua, yaitu 55 tahun. 
2.      Karya-karyanya
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, diantarnya: Al-Jami’ Ash-Shahih (Shahih Muslim), Al-Musnan Al-Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama perawi hadits), kitab Al-Asma wal-Kuna, kitab al-I’lal, kitab al-aqram, kitab al-muhadramin, dan lain sebagainya.
3.      Metodologi
Metodologi penyusunan kiatb Shahih Muslim
a.       Sebagaiman Imam Bukhari, Imam Muslim dalam penyusunan hadits, tidak bermaksud untuk menginfentarisir semuah hadits shahih yang beliau ketahui.
b.      Dalam penulisan shahihnya, beliau tidak membuat judul setiap bab secara terperinci.
c.       Menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh dan ta’dil, yakni suatu ilmu yang digunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits.
d.      Banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi.
e.       Mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad.


4.      Keutamaan shahih Al-Bukhari terhadap Shahih Muslim
a.       Kesepakatan para ulama mengenai shahih Al-Bukhari lebih utama dari Shahih Muslim, itu dapat diketahui melalui riwayat Imam Al-Nawawi dan Gurunya, Ibnu Al-Shalah, dll.
b.      Pernyataan Imam Muslim terhadap Imam Bukharii, “Tidak ada orang yang marah kepadamu (Al-Bukhari) kecuali orang yang dengki, dan aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang sepertimu.”
c.       Perkataan Imam A-Dzahabi, “ Bahwasannya Shahih Al-Bukhari adalah satu-satunya kitab islam yang paling utama sesudah Al-Qur’an. Karenanya, sekiranya ada seseorang bepergian jauh sampai beribu-ribu pos hanya semata-mata untuk mendengarkan Shahih AL-Bukhari, niscaya kepergiannya itu tidak sia-sia.”
d.      Perkataan Ibnu Hajar, “Para ulama sepakat mengakui AL-Bukhari lebih mulia dari Muslim, karena Muslim adalah lulusannya, dia senantiasa mengambil faedah dari Al-Bukhari dan mengikuti jejak-jejaknya.”
e.       Perkataan Al-Daruguthni, “Bahwa apa yang dilakukan Muslim ialah mengambil dari shahih AL-Bukhari. Dan karena itu, Muslim menduduki  posisi meriwayatkan dari Al-Bukhari dengan menambahkan beberapa tambahan. Meski adanya tambahan itu menjadikan dia lebih baik, hal itu justru menunjukkan keunggulan Al-Bukhari terhadap Muslim dan menguatkan pendapat bahwa Muslim mengambil faedah dari Al-Bukhari.”
C.     Imam abu dawud
1.      Biografi
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin Al-As’ats Bin Ishaq Bin Basyir Syidad Bin ‘Amr Bin Imran Al-Azdi As-Sijistani. Beliau dilahirkan pada tahun 202 H / 817 M di Sijistan. Beliau adalah seorang pelanglang buana untuk kepentingan menuntut ilmu hadits, penghimpun dan penulis kitab hadits yang meriwayatkan hadits dari ulama’ Irak, Khurasan, Syam, Dan Mesir.
Bapak beliau, yaitu Al-Asy’ats Bin Ishaq adalah seorang rowi hadits Hamad Bin Zaid. Demikian juga saudaranya, Muhammad bin al-asy’ats, termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmunya, merupakan teman perjalanan imam abu dawud dalam menuntut hadits dari para ulama ahli hadits.
Imam Abu Dawud sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, beliau sudah berada di Baghdad, dan disana beliau melayat ke kediaman Imam Muslim, sebagaimana yang beliau katakana, “Aku menyaksikan jenazahnya dan mensholatkannya.” Walaupun telah pergi ke Negara-negara tetangga Sajistan, seperti Khurasan, Baghlan, Harron, Roi Dan Naisabur, setelah Imam Abu Dawud masuk kota Baghdad, beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al-Muwaffaq untuk tinggal dan menetap di bashrah dan beliau menerimanya. Akan tetapi, hal itu tidak membuat beliau berhenti dalam mencari hadits.
Kemudian, beliau mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Beliau langsung berguru selama bertahun-tahun. Diantara guru-gurunya adalah Imam Ahmad, Al-Qanaby, Sulaiman Bin Harb, Abu Amr Adg-Dhariri, Abu Walid Ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya Bin Ma’in, Abu Khaitsama, Zuhair Bin Harb, Ad-Darimi, Abu Ustman Sa’id Bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.
Abu Dawud adalah salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai derajat tinggi dalam ibadah, kesucian diri, wara’ dan kesalehannya. Beliau adalah seorang sosok manusia utama yang patut diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan kepribadiannya. Sifat-sifat abu dawud ini telah diungkapkan oleh sebagian ulama yang menyatakan : “abu dawud menyerupai ahmad bin hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta kepribadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki’, Waki’ menyerupai sufyan as-sauri, sufyan menyerupai Mansur, Mansur menyerupa Ibrahim an-nakha’I, Ibrahim menyerupai ‘alqamah dan ia menyerupai ibn mas’ud. Sedangkan ibn mas’ud sendiri menyerupai nabi saw dalam sifat-sifat tersebut.
Abu dawud mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang melihatnya bertanya tentang kenyentrikan ini, beliau menjawab : “lengan baju yang lebar ini digunakan untuk membawa kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.”
Abu dawud telah menulis hadits-hadits dari Rasulullah saw sebanyak 500.000 hadits, dan dari jumlah itu beliau memilih yang telah disebutkan dalam kitabnya yaitu kitab Sunan yakni 4800 hadits dan disebutkan mana yang shahih dan yang mendekati shahih. Dan dalam urusan agama bagi seseorang, kiranya cukup dengan berpegang empat hadits saja dari sekian banyak hadits yang aku sebutkan, yaitu:
a.       “sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya.”
b.      “termasuk tanda kesempurnaan keislaman seseorang ialah meninggalkan hal-hal yang tiada berguna.
c.       “seorang mukmin tidak akan sempurna keimanannya sampai dia rela terhadap saudara sebagaimana dia merelakan terhadap dirinya sendiri.”
d.      “sesungguhnya perkara yang halal itu sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas, sedang di antara keduanya merupakan sesuatu yang syubhat.”
Imam Abu Dawud adalah imam dari imam-imam ahlusunnah wal jamaah yang hidup di Bashrah, kota berkembangnya kelompok Qadariyah dan pemikiran Khawarij, Mu’tazilah, Murji’ah, Syi’ah Rafidha, Jahmiyah, dan lain-lainnya. Walaupun demikian, beliau tetap dalam keistiqamahan di atas sunnah dan membantah qadariyah dengan kitabnya al-qadar. Demikian pula, bantahannya atas khawarij dalam kitabnya akhkbar al khawarij dan membantah pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran islam yang telah disampaikan oleh Rasulullah. Tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As-Sunan yang di dalamnya terdapat bantahan-bantahannya terhadap Jaahmiyah, murji’ah dan mu’tazilah.
Setelah mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi dengan aktivitas ilmiah, menghimpun dan menyebarluaskan hadits, beliau wafat pada tanggal 16 Syawal 275 H / 889 M dan jenazahnya dishalatkan oleh Abbas bin abdul wahid al-haasyimy.
2.      Karya-karyanya
Karya-karya imam abu daud antara lain : kitab as-sunan (sunan abu dawud), kitab al-marasil, kitab al-qadar, an-nasikh wal-mansukh, fada’il al-a’mal, kitab az-zuhd, dala’il an-nubuwah, ibtida’ al-wahyu, ahbar al-khawarij, dan lain sebagainya.
3.      Metodologi
Metodologi penyusunan kitab sunan abi daud antara lain :
a.       Beliau tidak hanya mencantumkan hadits-hadits shahih semata sebagaimana yang telah  dilakukan imam bukhari dan imam muslim, tetapi beliau memasukkan pula hadits shahih, hadits sanan, hadits dhaif yang tidak terlalu lemah dan hadits yang tidak disepakati oleh para imam untuk ditinggalkannya.
b.      Kualitas haditsnya menempati peringkat ketiga setelah Bukhari dan Muslim.
c.       Beliau membagi kitab sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap kitab dibagi pula kedalam beberapa bab.jumlah kitab sebanyak 35 buah, diantaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi ke dalam bab-bab. Sedangkan jumlah bab sebanyak 1871 bab.
d.      Dalam sunannya, beliau memasukkan 4800 buah hadits. Namun sebagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak 5274 buah hadits.
e.       Dalam meriwayatkan hadits yang senada dari beberapa riwayat, beliau menjelaskan perbedaan pada tiap riwayat dengan cukup rinci.

D.    At-Tirmidzi
1.      Biografi
Nama lengkap Imam Al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak  As-Sulami At-Tirmidzi. Ia adalah salah seorang ahli hadis kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur. Ia lahir pada 209 H di kota Tirmiz.
Kakek Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudiah pindah ke Tirmidzi dan menetap disana. Di kota inilah, cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Semenjak kecil Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadis. Untuk keperluan inilah, ia mengembara ke berbagai negeri, yaitu Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama besar dan guru hadis untuk mendengarkan hadis, kemudian mengahafalkan dan mencatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba disuatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakan dengan seorang guru dalam perjalanan menuju Mekah.
Ia belajar dan meriwayatkan hadis dari ulama-ulama kenamaan. Diantaranya kepada Imam Bukhari, ia mempelajari hadits dan fiqh. Ia juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan, Tirmidzi belajar pula hadits dari sebagian guru mereka. Guru lainnya adalah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin Al-Musanna, dan lain-lain.
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya adalah Makhul bin Al-fadl, Muhammad bin Mahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai’bd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ darinya, dan lain-lain.
Abu ‘Isa At-Tirmidzi diakui keahliannya oleh para ulama dalam hadits, kesalehan, dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, serta mengakui kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad bin Hibban, kritikus hadits, menggolongkan Tirmidzi ke dalam kelompok ‘Tsiqat’ atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya. Ia berkata, “Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits, dan ber-muzakarah­ (berdiskusi) dengan para ulama.”
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdikusi, bertukar pikiran, dan mengarang pada akhirnya kehidupannya ia mendapat musibah kebutaan. Beberapa tahun lamanya, ia hidup sebagai tunanetra. Dalam keadaan seperti inilah, akhirnya At-Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmidz pada malam senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.
2.      Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menuis kitab, di antaranya : Al-Jami’ Al-Mukhtasar min As-Sunan ‘an Rasul Allah, terkenal dengan Sunan At-Tirmidzi, Tawarikh, Al-‘Ilal, At-Tarikh, Al-‘Ilal Al-Kabir, Asy-Syama’il An-Nabawiyyah, Az-Zuhd, Asma’ Ash-Shahabah, Al-Asma’ wal-Kunya, Al-Atsar Al-Mauqufah.
Tetapi Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar, dan terkenal serta beredar luas adalah ­Al-Jami. Kitab ini disusun pada tanggal 10 Zulhijjah 270 H. Kitab ­Al-Jami inilah yang mengantarkan Tirmidzi menjadi seorang imam hadis. kitab ini bermuatan empat belas objek pembahasan ilmu, dengan paparan yang relefantif dan aplikatif, disertai penjelasan hadis-hadis yang musnad, shahih, dan dhaif, macam-macam riwayat, reputasi rowi-rowi yang adil dan yang cacat, nama-nama rawi dan kuniahnya, hadis muttashil dan yang harus ditinggalkan, perbedaan ulama dalam menerima dan menolak atsar-atsar nabi serta menta’wilkan hadis-hadisnya. Setiap objek pembahasan ilmu tersebut di atas dibahasnya dalam satu bab tersendiri, sehingga orang yang membacanya senantiasa merasa berada dalam taman ilmu yang indah dan tertib. Buku ini telah dibagi menjadi 50 bab dan mengandung 3956 hadist. Dan kitab yang demikian ini tidaklah datang begitu saja. Untuk menyusunnya dibutuhkan kemampuan ilmu yang tinggi, pertolongan Allah SWT, waktu yang penjang dan pemikiran yang dalam.
3.      Metode penyusunan bahan
Tirmidzi meletakkan judul, lalu mencantumkan satu atau dua hadis sebagai sumber penarikan judul tersebut. Sesudah itu, ia memberi pendapatnya tentang kualitas hadis : Shahih, Hasan, atau Dhaif. Untuk maksud ini, ia menggunakan suatu terminology yang tidak dipakai ulama awal. Ia juga mencantumkan pendapat para fakih, kadi, dan imam awal berkenaan dengan persoalan yang dibahas. Bahkan ia juga menunjukkan, jika ada, hadis yang diriwayatkan sahabat lain berkaitan dengan persoalan yang sama, sekalipun kaitannya itu dalam kerangka yang lebih luas.


E.     Imam An-Nasa’i
1.      Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdurahman Ahmad ibn Syu’aib bin ‘Ali ibn Abi Bakar ibn Sinan An-Nasa’i. Ia terkenal dengan nama An-Nasa’i karena dinisbatkan dengan kota Nasa’i, salah satu kota di Khurasan. Ia dilahirkan pada tahun 215 H disebuah tempat bernama Nasa’ demikian menurut Adz-Dzahabi. Ia bermuka tampan, warna kulitnya kemerah-merahan dan ia senang mengenakan pakaian garis-garis buatan Yaman. Ia sering ikut bertempur bersama-sama dengan Gubernur Mesir. Mereka mengakui kesatriaan dan keberaniannya, serta sikap konsistensinya yang berpegang teguh pada sunah dalam menangani masalah penebusan kaum Muslimin yang tertangkap lawan.
Imam An-Nasa’i menerima hadits dari Sa’id, Ishaq bin Rwahih, dan ulama-ulama lainnya dari kalangan tokoh ulama ahli hadits di Khurasan, Hijaz, Irak, Mesir, Syam, dan Jazirah Arab. Imam An-Nasa’I termasuk di antara ulama yang ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad haditsnya. Menurut para ulama ahli hadits, Imam An-Nasa’I lebih kuat hafalannya dibandingkan Imam Muslim dan kitab ­Sunan An-Nasa’i lebih sedikit hadits dhaif-nya (lemah) setelah hadits Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Imam An-Nasa’i pernah menetap di Mesir.
Para gurunya yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah, antara lain Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, Al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud, dan Imam Abu Isa At-Tirmidzi.
Tidak ada kesepakatan pendapat tentang dimana ia meninggal dunia. Imam Daraquthni menjelaskan, bahwa di saat mendapatkan cobaan tragis di Damsyik itu ia meminta supaya di bawa ke Mekah. Permohonannya ini dikabulkan dan ia meninggal di Mekah, kemudian dikebumikan disuatu tempat antara Safa dan Marwah. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-‘Uqbi al-Misri dan ulama yang lain.
Sedangkan menurut adz-Dzahabi tidak sependapat dengan pendapat diatas. Menurutnya yang benar ialah bahwa Nasa’I meninggal di Ramlah, suatu tempat di Plaestina. Ibn Yunus dalam tarikhnya setuju dengan pendapat ini, demikian juga Abu Ja’far ath-Thahawi dan Abu Bakar bin Naqatah. Sebagian yang lain menyatakan bahwa ia dikebumikan di Baitul Maqdis. Ia wafat pada tahun 303 H.


2.      Karya-karyanya
Imam Nasa’I telah menulis beberapa kitab besar yang tidak sedikit jumlahnya, diantaranya : As-Sunan al-Kubra, As-Sunan As-Sughra, Al-Khasha’ish, Fada’il as-Shahabah, Al-Manasik, dan lain-lain.
Diantara karya-karya tersebut yang paling besar dan bermutu adalah kita as-Sunan yang popular dengan istilah sunan an-Nasa’I yang merupakan ringkasan dari Sunan al-Kubra. Setelah kitab ini selesai disusun, kemudian dia menghadiahkannya kepada penguasa negeri Ramlah sebagai tanda penghormatan. Isi dari kitab ini adalah hadis shahih, hasan dan adapula yang hampir serupa dengannya. Imam Nasa’I sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertamanya
3.      Metodologi penyusunan
Kitab Sunanu Sughra ini penyusunanya menggunakan sistematika bab-bab fiqh, sebagaimana kebanyakan kitab sunan lainnya. Kitab ini bermuatan hadis-hadis shahih, hasan, dan dhaif. Tetapi yang dhaif jumlahnya relative sedikit sekali. Imam Nasa’I sangat teliti dalam penusunan kita as-Sughra. Karenanya ulama berkata : “kedudukan kita as-sunan as-Sughra di bawah derajat shahih Bukhari dan shahih Muslim, karena sedikit sekali hadis dhaif di dalamnya”.
Dalam sunanya Imam Nasa’i melakukan beberapa langkah dalam proses penyusunan hadis, diantaranya :
a.       Kitab ini disusun khusus untuk hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum, sesuai dengan namanya. Dalam hal ini, kandungan hadis-hadis mirip dengan sunan-sunan yang lain
b.      Kitab sunan ini berisi 51 bab. Dalam bab-bab tersebut terdapat rincian dan uraian yang hampir tidak dijumpai dalam sunan-sunan yang lainnya.
c.       Melakukan beberapa pengulangan hadis dengan uslub yang berbeda, sebagaimana dilakukan oleh pendahuluannya Bukhari dan Muslim
d.      Dalam meriwayatkan hadis, beliau sering menimbang, membandingkan dan menunjukkan perbdedaan antara satu hadis dengan lainnya. Di sisi lain beliau juga menjelaskan sebab-sebab kedha’ifan hadis-hadis yang diriwayatkan secara rinci
F.      Imam Ibn Majah
1.      Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah Al-Quzwaini. Namanya dinisbatkan dari daerah Quzwain karena beliau dilahirkan di daerah itu pada tahun 207 Hijriah (824 M).
Ia berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan pengetahuan, teristimewa mengenai hadis dan periwayatnya. Untuk mencapai usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadis, ia telah melakukan dan berkeliling di beberapa negeri. Ibn Majah mulai belajar hadis sebelum tahun 233 Hijriah, pada usia sekitar 15 atau 20 tahun sebagaimana kebiasaan masa itu.
Sebagaimana halnya para Muhaditsin yang dalam mencari hadis-hadis memerlukan perantauan ilmiah, ia pun berkeliling di beberapa negeri untuk menemui dan berguru hadis kepada para ulama hadis. dia telah melanglang buana mencari ilmu ke negeri Irak, Syam, Hijaz, Persia (Iran), dan Mesir kemudian hijrah ke Bashrah, Kufah, Mekkah, Madinah, Damaskus, Rayyi, dan Fusthath. Dari tempat perantauannya itu ia bertemu dengan murid-murid Imam Malik dan Al-Laits, dan dari Mekkah ia banyak memperoleh hadis.
Banyak pujian dan penghargaan yang diberikan pada beliau, diantaranya apa yang telah disampaikan oleh Abu Ya’la al-Khalili al-Qazwini bahwa : “Ibn Majah adalah seorang yang terpercaya yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadis.”
Ibn Majah meninggal pada hari Senin 21 Ramadan 273 Hijriah. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Sedngkan pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta putranya, Abdullah.
2.      Karya-karyanya
Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, diantaranya:
a.       Kitab as-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam kitab hadis yang pokok)
b.      Kitab tafsir al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang besar manfaatnya seperti diterangkan Ibn Kasir.
c.       Kitab tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah
d.      Dan lain-lain
Tetapi dari berbagai kitab-kitab yang ditulis oleh Ibn Majah, ia memiliki karya besar dalam disiplin ilmu hadis yang berjudul Kitab as-Sunan. Dia telah menunjukkan kitab tersebut kepada Abu Zar’ah. Setelah Abu Zar’ah melihatnya, dia mengaguminya dan berkata, “Menurutku jika kitab ini telah sampai di tangan orang-orang, maka kitab jami’ atau kebanyakan kitab lainnya tidak akan terpakai.” Selanjutnya dia berkata, “Di dalam kitab ini barangkali tidak sampai terbilang tiga puluh hadis yang sanad-sanadnya dhai’if.”
Ciri utama dari kitab as-Sunan ini adalah kitab ini menyajikan sedikit sekali pengulangan, dan merupakan salah satu yang terbaik dalam pengaturan bab dan subbab, suatu kenyataan yang diakui oleh banyak ulama.
3.      Metodologi penyusunan Sunan Ibn Majah
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah tersebar yang masih beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi terkenal. Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri dari 37 kitab, berisikan beragam tema hadis. serta terdapat sekitar 1.500 bab, sedangkan jumlah hadisnya sebanyak 4.000 buah hadis.
Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqh, yang dikerjakan secara baik dan jeli. Ibn Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang mengikuti sunnah Rasulullah saw. Dalam bab ini ia menguraikan hadis-hadis yang menunjukkan kekuatan sunnah, kewajiban mengikuti dan mengamlakannya.
Adapun kedudukan sunan Ibn Majah diantar kitab-kitab hadis, sebagian ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok “Kitab Hadis Pokok” mengingat derajat Sunan ini lebih rendah dari kitab-kitab hadis yang lima. Diantara mereka adalah al-Hafiz Abud-Fardl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat pada 507 H) dalam risalahnya Syurutul’ A’immatis Sittah. Sedangkan sebagian ulama yang lain menetapkannya sebagai salah satu dari al Kutub as Sitah. Mayoritas mereka adalah ulama Masyriq yang dipelopori oleh Abul Hasan Ahmad bin Razin al-Abdari as-Sarqisti (wafat sekitar tahun 535 H). Pendapat ini diikuti oleh Abus Sa’adat Majduddin Ibnul Asir al-Jazairi asy-Syafi’I (wafat 606 H). Demikian pula az-Zabidi asy-Syafi’I (wafat 944 H) dan al hafidh Abdul Ghani bin Abdul Wahid al Muqaddasy (wafat 600 H).
Mereka mendahulukan Sunan Ibn Majah dan memandangnya sebagai kitab keenam, tetapi tidak mengkategorikan kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik sebagai kitab keenam, padahal kitab ini lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah, hal ini megingat bahwa Sunan Ibn Majah banyak Zawa’idnya (tambahannya) atas Kutubul Khamsah. Berbeda dengan al-Muwatta’, yang hadis-hadis itu kecuali sedikit sekali, hampir seluruhnya telah termuat dalam Kutubul Khamsah.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Enam tokoh ulama’ hadist yang terkenal dengan Kutubus Sittah adalah Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu Daud, At-Tirmidzi, Imam Nasa’I, Ibn Majah. Terdapat keterkaitan antar imam yang satu dengan imam yang lainnya, yaitu keterkaitan antara guru dengan murid. Para tokoh ulama hadis ini sampai rela melanglang buana dari Negara satu ke Negara yang lain demi mempelajari secara mendalam tentang hadist. Sehingga para tokoh hadist tersebut menghasilkan banyak karya dan dari mereka pasti memiliki sebuah kitab yang paling terkenal di masyarakat.
B.     Saran
Dari buku-buku yang kami ambil untuk referensi terdapat perbedaan tahun kelahiran. Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam pengambilan keputusan untuk tahun kelahiran masih mengalami kesalahan.







DAFTAR RUJUKAN

Smeer, Z. 2008. Ulumul Hadis. Malang : UIN Malang Press
Azami, M. 1993. Memahami Ilmu Hadis. Jl. Otista III dalam g. 1/31 : Lentera
Salahudin, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung : CV Pustaka Setia
Alawi, Muhammad. 2009. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

1 komentar: