TOKOH-TOKOH ULAMA’ HADITS
Makalah ini
diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Studi Hadis
Dosen Pengampu : Zaenu Zuhdi, M.HI
Disusun oleh kelompok 11:
1. Riska Nurfauziah (13130098)
2. Istiwasiaturrohmi (13130113)
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Berbicara mengenai hadits yang sudah tersebar luas diseluruh jagat raya
ini, tentu hal tersebut tidak lepas dari hal penting para actor di belakangnya.
Para actor tersebut adalah perawi hadits dan tokoh-tokoh yang mendalami ilmu
hadits yang tentu hebat karena mereka memiliki potensi diri yang baik, baik
dari segi intelektual, tetapi juga emosional dan spiritual. Untuk melakukan hal
ini tentu tidak sembarang orang bisa melakukannya. Sebab, tidak mudah untuk dan
dalam melaksanakan tugas ini tentu banyak rintangan dan perjuangan,
Mempelajari hadits merupakan sesuatu yang sangat penting, sebab hadits
merupakan salah satu pegangan dalam ajaran islam. Begitu pula dalam mempelajari
ilmu hadits tak bisa dielakkan dalam mempelajari sejarah para periwayatnya
untuk mengetahui kedudukan suatu hadits. Demikian juga dalam mentakhrij suatu
hadits, maka kita harus mengetahui tentang biografi perawi hadits dan karya-
karyanya.
Kedudukan hadits juga akan dipengaruhi oleh siapa yang meriwayatkannya,
setelah diketahui bagaimana seorang rawi maka ini merupakan salah satu faktor
penentu apakah hadits tersebut shahih, hasan, atau dhaif. Maka dalam makalah
ini akan dibahas mengenai biografi dan hasil karya dari enam imam perawi hadits
yaitu Imam Bukhari, Imam muslim, Tirmidzi, Abu daud, An-nasa’iy, dan Ibnu
majah.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana
biografi tokoh-tokoh ulama hadits dalam kutubus sittah, karya-karyanya serta
metodologi penulisan kitabnya?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui biografi tokoh-tokoh ulama hadits dalam kutubus sittah, karya-karyanya
serta metodologi penulisan kitabnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Imam Bukhori
1.
Biografi
Nama lengkap Imam Bukhari ialah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn
Al-Mughirah Al-Ja’fi ibn Bardizbah
Al-Bukhari. Beliau lahir pada hari
jum’at malam 13 syawal 194 H / 21 Juli 810 M di Bukhara, Uzbekistan, Asia
Tengah. Beliau adalah cucu dari seorang
Persia bernama Bardizbah pemeluk agama Majusi. Ayahnya bernama Ismail, seorang
ulama besar ahli hadis. Ayahnya belajar hadis dari Hammad ibn Zayd dan Imam
Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Imam Bukhari dalam kitab
At-Tarikh Al-Kabir. Ayahnya meninggal pada waktu beliau masih kecil. Beliau
mempunyai ibu yang sangat lemah lembut dan kakak bernama Ahmad.
Ketika beliau dilahirkan, tidak lama kemudian beliau
kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati dan ibunya menangis dan
terus berdo’a kepada Tuhan agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya
ibunya bermimpi didatangi abu al-anbiya’ Ibrahim AS dan berkata: “wahai ibu,
Allah telah mengembalikan penglihatan putramu dan kini ia sudah dapat melihat
kembali, semua itu berkat do’amu yang tiada hentinya.” Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya
sudah normal.
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat
beragama. Beliau mulai belajar hadits saat masih sangat mudah, bahkan masih
kurang dari sepuluh tahun. Beliau berguru pada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli
hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia enam belas tahun, beliau telah
menghafal banyak kitab ulama awal terkemuka, seperti Ibn Al-Mubarak, Waki’, dan
sebagainya. Beliau tidak berhenti pada menghafal hadits dan kitab ulama awal,
tapi juga mempelajari biografi seluruh periwayat yang ambil bagian dalam
periwayatan suatu hadits, tanggal kelahiran dan wafat mereka, tempat lahir
mereka dan sebagainya.
Beliau tinggal di Hijaz selama enam tahun untuk
belajar hadits dan melakukan perjalanan ke Baghdad delapan kali. Pada usia 18
tahun beliau sudah mengarang kitab tentang kehidupan sahabat dan perdebatan
pendapat seputar tabi’in (Qadhaya Shahabah wa Tabi’in). Dilanjutkan kemudian
dengan menyusun buku sejarah yang ditulisnya di samping makam Nabi SAW saat
malam-malam bulan purnama. Beliau juga hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak
dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun
hadits-hadits shahih dalam satu kitab dan dari satu juta hadits yang
diriwayatkan 80.000 rawi disaring menjadi 7.275 hadits.
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih,
Bhukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota
guna menemui para rawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Di antara
kota-kota yang disinggahinya, antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz, (Mekkah,
Madinah), Kufah, Baghdad sampai Asia Barat. Di Baghdad, beliau sering bertemu
dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hambal. Dari sejumlah kota
itu, beliau bertemu dengan 80.000 rawi. Dari merekalah, Bukhari mengumpulkan
dan menghafal satu juta hadits.
Namun, tidak semua hadits yang dihafal kemudian
diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat
ketat, diantaranya apakah sanad dari hadits tersebut bersambung dan apakah
rawinya hadits itu terpecaya dan tsiqoh. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani,
Bukhari menulis sebanyak 9.082 hadits dalam karya monumentalnya, Al-Jami’
Ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Diantara guru-gurunya dalam memperoleh hadits dan
ilmu hadits, antara lain Ali bin Al-Madani, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in,
Muhammad bin Yusuf Al-Faryabi, Makki bin Ibrahim AL-Bakhi dan Muhammad bin
Yusuf Al-Baykandi. Selain itu, ada 289 ahli hadits yang haditsya dikutip dalam
kitab Shahihnya. Banyak pula ahli hadits yang berguru kepadanya, seperti Syeikh
Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi
dengan para rawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang beliau
lontarkan kepada para rawi juga cukup halus, namun tajam. Kepada rawi yang
sudah jelas kebohongannya, ia berkata, “Perlu dipertimbangkan, para ulama
meninggalkannya atau para ulama berdiam diri dari hal itu.” Sementara kepada
para rawi yang haditsnya tidak jelas, beliau menyatakan, “haditsnya diingkari.”
Bahkan, banyak meninggalkan rawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata,
“Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang perlu
dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau
lebih, yang diriwayatkan rawi, yang dalam pandangan saya perlu dipertimbangkan.
Beliau wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H (31
Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia,
beliau berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai
kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban, serta beliau meninggal dengan
tidak meninggalkan seorang anak pun.
2. Karya-karyanya
Karya-karya imam bukhari diantaranya : Al-Jami’
As-Shahih (Shahih Bukhari), Al-Adab Al-Mufrad, At-Tarikh As-Sagir, At-Tarikh
Al-Awsat, At-Tarikh Al-KAbir, At-Tafsir Al-Kabir, Kitab Al-I’lal, Raf’ul yadain
fis-Salah, Birril Walidain, Kitab Al-Asyribah, dan lain-lain.
Persyaratan Bukhari dalam menerima hadits untuk
shahihnya:
a) Periwayatnya
haruslah orang berkepribadian sangat luhur dan termasuk dalam golongan yang
sangat tinggi dalam penguasaan literature dan standar akademisnya.
b) Harus
ada informasi positif bahwa para periwayat saling bertemu dan bahwa si murid
belajar dari syeikhnya.
3. Metodologi
Metodologi yang digunakan oleh imam Bukhari dalam
menyusun kitab Shahihnya sebagai berikut:
a. Dalam
meriwayatkan hadits, beliau memilih sanad hadits yang diriwayatkan oleh perowi
yang paling sempurna dari sanad-sanad yang ada.
b. Dalam
shahihnya, beliau membagi topic pembahasannya menjadi Sembilan puluh satu sub
bahasan (kitab).
c. Memiliki
susunan dan penataan yang amat sempurna.
d. Dalam
penyusunannya, beliau mencantumkan banyak sub bahasan yang berkaitan dengan
hukum-hukum syariat, sejarah, perbudakan, zuhud, adab dan etika, aqidah, dan lain-lain.
e. Hadits-hadits
yang terdapat dalam shahihnya merupakan hadits pilihan dari ratusan ribu
hadits, dan diambil khusus hadits-hadits shahih yang memiliki derajat yang amat
sempurna.
f. Beliau
mencantumkan sekitar empat ribu hadits dengan tanpa yang diulang.
g. Dalam
meriwayatkan satu hadits beliau meriwayatkan dengan beberapa sanad.
h. Hadits-hadits
yang beliau riwayatkan dengan beberapa sanad memiliki banyak manfaat, yaitu
menunjukkan perbedaan matan yang terdapat dalam hadits tersebut.
i.
Pemilihan judul bab sangat jeli dan
mencerminkan isi hadits-hadits yang dicantumkan didalamnya, bahkan merupakan
hukum dan kesimpulan dari hadits yang dibawahnya.
j.
Hadit-hadits yang diriwayatkan secara
mu’allaq, ternyata telah beliau riwayatkan secara muttasil dalam bab lain.
B. Imam
Muslim
1. Biografi
Nama lengkap Imam Muslim adalah Imam Abu Husain
Muslim Ibn Al-Hajjaj ibn Muslim Ibn Kausyaz Al-Qusyairi Al-Naisaburi. Beliau
lahir pada tahun 204 H di Naisabur dan
dibesarkan dalam lingkungan keluarga berpendidikan yang haus akan ilmu hadits.
Beliau belajar hadits sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai tahun 218 H.
Beliau pergi ke HIjaz, Iraq, Syam, Mesir dan Negara-negara lainnya. Dalam
lawatannya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru
hadits kepada mereka. Di khurasan (Iran), beliau mendengar hadits dari Yahya
dan Ishak bin Rahuya. Di Rayyi, beliau mengambil hadits dari Muhammad bin
Mihram. Di Irak, beliau mengambil hadits dari Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin
Maslamah. Dan di Hijaz, beliau mengambil hadits dari Amr bin Sawad dan Harmalah
bin Yahya.
Imam muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk
belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259
H. Pada waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering datang kepadanya
untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika trjadi fitnah
atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, beliau bergabung kepada Imam
Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan
dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib Al-Bahgdawi
berkata: “ Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memperlihatkan ilmunya dan
menempuh jalan yang dilaluinya. Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim
hanyalah seorang pengekor. Sebab, beliau mempunyai ciri khas dan karakteristik
tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum pernah
diperkenalkan orang sebelumnya. Abu Quraisy Al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia
ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang, salah satu
diantaranya adalah Muslim.
Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya
ialah Abu Isa Al-Turmudzi, Yahya bin Sha’id, Muhammad bin Mihlal, Ibrahim bin
Muhammad bin Sufyan (seorang peerawi kitab Muslim), Muhammad bin ishaq bin
huzaimah, dan masih banyak lagi. Mereka telah sepakat mengakui kebesaran imam
Muslim, keimanan, ketinggian martabat, dan kecerdasannya dalam menyusun hadits,
serta sebagai orang yang pertama dan paling baik dalam membuat sistematika
penyusunan hadits.
Shahih muslim merupakan kitabnya yang popular di
seluruh dunia dan namanya terkenal dimana-mana. Dalam menyusun kitabnya itu,
beliau menghabiskan waktu 15 tahun. Dan didalam kitabnya itu beliau menghimpun
sebanyak 12000 hadits yang diseleksinya dari 30000 hadits.
Imam Muslim wafat pada minggu sore dan dikebumikan
di kampong Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25
Rajab 261 H/ 5 Mei 875 M dalam usia yang tidak terlalu tua, yaitu 55
tahun.
2. Karya-karyanya
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak
sedikit jumlahnya, diantarnya: Al-Jami’ Ash-Shahih (Shahih Muslim), Al-Musnan
Al-Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama perawi hadits), kitab Al-Asma
wal-Kuna, kitab al-I’lal, kitab al-aqram, kitab al-muhadramin, dan lain sebagainya.
3. Metodologi
Metodologi penyusunan
kiatb Shahih Muslim
a. Sebagaiman
Imam Bukhari, Imam Muslim dalam penyusunan hadits, tidak bermaksud untuk
menginfentarisir semuah hadits shahih yang beliau ketahui.
b. Dalam
penulisan shahihnya, beliau tidak membuat judul setiap bab secara terperinci.
c. Menerapkan
prinsip-prinsip ilmu jarh dan ta’dil, yakni suatu ilmu yang digunakan untuk
menilai cacat tidaknya suatu hadits.
d. Banyak
memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi.
e. Mengemukakan
ilmu-ilmu yang bersanad.
4. Keutamaan
shahih Al-Bukhari terhadap Shahih Muslim
a. Kesepakatan
para ulama mengenai shahih Al-Bukhari lebih utama dari Shahih Muslim, itu dapat
diketahui melalui riwayat Imam Al-Nawawi dan Gurunya, Ibnu Al-Shalah, dll.
b. Pernyataan
Imam Muslim terhadap Imam Bukharii, “Tidak ada orang yang marah kepadamu
(Al-Bukhari) kecuali orang yang dengki, dan aku bersaksi bahwa di dunia ini
tidak ada orang sepertimu.”
c. Perkataan
Imam A-Dzahabi, “ Bahwasannya Shahih Al-Bukhari adalah satu-satunya kitab islam
yang paling utama sesudah Al-Qur’an. Karenanya, sekiranya ada seseorang
bepergian jauh sampai beribu-ribu pos hanya semata-mata untuk mendengarkan
Shahih AL-Bukhari, niscaya kepergiannya itu tidak sia-sia.”
d. Perkataan
Ibnu Hajar, “Para ulama sepakat mengakui AL-Bukhari lebih mulia dari Muslim,
karena Muslim adalah lulusannya, dia senantiasa mengambil faedah dari
Al-Bukhari dan mengikuti jejak-jejaknya.”
e. Perkataan
Al-Daruguthni, “Bahwa apa yang dilakukan Muslim ialah mengambil dari shahih
AL-Bukhari. Dan karena itu, Muslim menduduki
posisi meriwayatkan dari Al-Bukhari dengan menambahkan beberapa
tambahan. Meski adanya tambahan itu menjadikan dia lebih baik, hal itu justru
menunjukkan keunggulan Al-Bukhari terhadap Muslim dan menguatkan pendapat bahwa
Muslim mengambil faedah dari Al-Bukhari.”
C.
Imam abu dawud
1. Biografi
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu
Dawud Sulaiman Bin Al-As’ats Bin Ishaq Bin Basyir Syidad Bin ‘Amr Bin Imran
Al-Azdi As-Sijistani. Beliau dilahirkan pada tahun 202 H / 817 M di Sijistan.
Beliau adalah seorang pelanglang buana untuk kepentingan menuntut ilmu hadits,
penghimpun dan penulis kitab hadits yang meriwayatkan hadits dari ulama’ Irak,
Khurasan, Syam, Dan Mesir.
Bapak beliau, yaitu Al-Asy’ats Bin
Ishaq adalah seorang rowi hadits Hamad Bin Zaid. Demikian juga saudaranya,
Muhammad bin al-asy’ats, termasuk seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan
ilmunya, merupakan teman perjalanan imam abu dawud dalam menuntut hadits dari
para ulama ahli hadits.
Imam Abu Dawud sudah berkecimpung
dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat
pada tahun 221 H, beliau sudah berada di Baghdad, dan disana beliau melayat ke
kediaman Imam Muslim, sebagaimana yang beliau katakana, “Aku menyaksikan
jenazahnya dan mensholatkannya.” Walaupun telah pergi ke Negara-negara tetangga
Sajistan, seperti Khurasan, Baghlan, Harron,
Roi Dan Naisabur, setelah Imam Abu Dawud masuk
kota Baghdad, beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al-Muwaffaq untuk tinggal dan
menetap di bashrah dan beliau menerimanya. Akan tetapi, hal itu tidak membuat
beliau berhenti dalam mencari hadits.
Kemudian, beliau mengunjungi
berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Beliau langsung
berguru selama bertahun-tahun. Diantara guru-gurunya adalah Imam Ahmad,
Al-Qanaby, Sulaiman Bin Harb, Abu Amr Adg-Dhariri, Abu Walid Ath-Thayalisi, Abu
Zakariya Yahya Bin Ma’in, Abu Khaitsama, Zuhair Bin Harb, Ad-Darimi, Abu Ustman
Sa’id Bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan ulama lainnya.
Abu Dawud adalah salah seorang
ulama yang mengamalkan ilmunya dan mencapai derajat tinggi dalam ibadah,
kesucian diri, wara’ dan kesalehannya. Beliau adalah seorang sosok manusia
utama yang patut diteladani perilaku, ketenangan jiwa dan kepribadiannya.
Sifat-sifat abu dawud ini telah diungkapkan oleh sebagian ulama yang menyatakan
: “abu dawud menyerupai ahmad bin hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan
kebagusan pandangannya serta kepribadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini
menyerupai Waki’, Waki’ menyerupai sufyan as-sauri, sufyan menyerupai Mansur,
Mansur menyerupa Ibrahim an-nakha’I, Ibrahim menyerupai ‘alqamah dan ia
menyerupai ibn mas’ud. Sedangkan ibn mas’ud sendiri menyerupai nabi saw dalam
sifat-sifat tersebut.
Abu dawud mempunyai pandangan dan
falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar namun
yang satunya lebih kecil dan sempit. Seseorang melihatnya bertanya tentang
kenyentrikan ini, beliau menjawab : “lengan baju yang lebar ini digunakan untuk
membawa kitab-kitab, sedang yang satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau
dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.”
Abu dawud telah menulis
hadits-hadits dari Rasulullah saw sebanyak 500.000 hadits, dan dari jumlah itu
beliau memilih yang telah disebutkan dalam kitabnya yaitu kitab Sunan yakni
4800 hadits dan disebutkan mana yang shahih dan yang mendekati shahih. Dan
dalam urusan agama bagi seseorang, kiranya cukup dengan berpegang empat hadits
saja dari sekian banyak hadits yang aku sebutkan, yaitu:
a.
“sesungguhnya amal itu tergantung dengan
niatnya.”
b. “termasuk
tanda kesempurnaan keislaman seseorang ialah meninggalkan hal-hal yang tiada
berguna.
c. “seorang
mukmin tidak akan sempurna keimanannya sampai dia rela terhadap saudara
sebagaimana dia merelakan terhadap dirinya sendiri.”
d. “sesungguhnya
perkara yang halal itu sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas, sedang di
antara keduanya merupakan sesuatu yang syubhat.”
Imam Abu Dawud adalah imam dari imam-imam ahlusunnah
wal jamaah yang hidup di Bashrah, kota berkembangnya kelompok Qadariyah dan
pemikiran Khawarij, Mu’tazilah, Murji’ah, Syi’ah Rafidha, Jahmiyah, dan
lain-lainnya. Walaupun demikian, beliau tetap dalam keistiqamahan di atas
sunnah dan membantah qadariyah dengan kitabnya al-qadar. Demikian pula,
bantahannya atas khawarij dalam kitabnya akhkbar al khawarij dan membantah
pemahaman yang menyimpang dari kemurnian ajaran islam yang telah disampaikan
oleh Rasulullah. Tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As-Sunan yang di
dalamnya terdapat bantahan-bantahannya terhadap Jaahmiyah, murji’ah dan
mu’tazilah.
Setelah mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi
dengan aktivitas ilmiah, menghimpun dan menyebarluaskan hadits, beliau wafat
pada tanggal 16 Syawal 275 H / 889 M dan jenazahnya dishalatkan oleh Abbas bin
abdul wahid al-haasyimy.
2. Karya-karyanya
Karya-karya
imam abu daud antara lain : kitab as-sunan (sunan abu dawud), kitab al-marasil,
kitab al-qadar, an-nasikh wal-mansukh, fada’il al-a’mal, kitab az-zuhd, dala’il
an-nubuwah, ibtida’ al-wahyu, ahbar al-khawarij, dan lain sebagainya.
3. Metodologi
Metodologi penyusunan kitab sunan abi daud antara
lain :
a. Beliau
tidak hanya mencantumkan hadits-hadits shahih semata sebagaimana yang
telah dilakukan imam bukhari dan imam
muslim, tetapi beliau memasukkan pula hadits shahih, hadits sanan, hadits dhaif
yang tidak terlalu lemah dan hadits yang tidak disepakati oleh para imam untuk
ditinggalkannya.
b. Kualitas
haditsnya menempati peringkat ketiga setelah Bukhari dan Muslim.
c. Beliau
membagi kitab sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap kitab dibagi pula
kedalam beberapa bab.jumlah kitab sebanyak 35 buah, diantaranya ada 3 kitab
yang tidak dibagi ke dalam bab-bab. Sedangkan jumlah bab sebanyak 1871 bab.
d. Dalam
sunannya, beliau memasukkan 4800 buah hadits. Namun sebagian ulama ada yang
menghitungnya sebanyak 5274 buah hadits.
e. Dalam
meriwayatkan hadits yang senada dari beberapa riwayat, beliau menjelaskan
perbedaan pada tiap riwayat dengan cukup rinci.
D. At-Tirmidzi
1. Biografi
Nama lengkap
Imam Al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmidzi. Ia adalah salah
seorang ahli hadis kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur. Ia
lahir pada 209 H di kota Tirmiz.
Kakek Abu ‘Isa
At-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudiah pindah ke Tirmidzi dan menetap
disana. Di kota inilah, cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Semenjak kecil Abu
‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadis. Untuk keperluan inilah, ia
mengembara ke berbagai negeri, yaitu Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.
Dalam perlawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama besar dan guru hadis untuk
mendengarkan hadis, kemudian mengahafalkan dan mencatatnya dengan baik di
perjalanan atau ketika tiba disuatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan
kesempatan tanpa menggunakan dengan seorang guru dalam perjalanan menuju Mekah.
Ia belajar dan
meriwayatkan hadis dari ulama-ulama kenamaan. Diantaranya kepada Imam Bukhari,
ia mempelajari hadits dan fiqh. Ia juga belajar kepada Imam Muslim dan Abu
Dawud. Bahkan, Tirmidzi belajar pula hadits dari sebagian guru mereka. Guru
lainnya adalah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan,
Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’,
Muhammad bin Al-Musanna, dan lain-lain.
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan
diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya adalah Makhul bin Al-fadl,
Muhammad bin Mahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai’bd bin Muhammad
An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi,
Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’
darinya, dan lain-lain.
Abu ‘Isa At-Tirmidzi diakui keahliannya oleh
para ulama dalam hadits, kesalehan, dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai
seorang yang dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, serta mengakui
kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad bin Hibban, kritikus
hadits, menggolongkan Tirmidzi ke dalam kelompok ‘Tsiqat’ atau
orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya. Ia berkata, “Tirmidzi
adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal
hadits, dan ber-muzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.”
Setelah
menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdikusi, bertukar
pikiran, dan mengarang pada akhirnya kehidupannya ia mendapat musibah kebutaan.
Beberapa tahun lamanya, ia hidup sebagai tunanetra. Dalam keadaan seperti
inilah, akhirnya At-Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmidz pada malam
senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.
2.
Karya-karyanya
Imam Tirmidzi
banyak menuis kitab, di antaranya : Al-Jami’ Al-Mukhtasar min As-Sunan ‘an
Rasul Allah, terkenal dengan Sunan At-Tirmidzi, Tawarikh, Al-‘Ilal, At-Tarikh,
Al-‘Ilal Al-Kabir, Asy-Syama’il An-Nabawiyyah, Az-Zuhd, Asma’ Ash-Shahabah, Al-Asma’
wal-Kunya, Al-Atsar Al-Mauqufah.
Tetapi Di
antara kitab-kitab tersebut yang paling besar, dan terkenal serta beredar luas
adalah Al-Jami. Kitab ini disusun pada tanggal 10 Zulhijjah 270
H. Kitab Al-Jami inilah yang mengantarkan Tirmidzi menjadi seorang imam
hadis. kitab ini bermuatan empat belas objek pembahasan ilmu, dengan paparan
yang relefantif dan aplikatif, disertai penjelasan hadis-hadis yang musnad,
shahih, dan dhaif, macam-macam riwayat, reputasi rowi-rowi yang adil dan yang
cacat, nama-nama rawi dan kuniahnya, hadis muttashil dan yang harus
ditinggalkan, perbedaan ulama dalam menerima dan menolak atsar-atsar nabi serta
menta’wilkan hadis-hadisnya. Setiap objek pembahasan ilmu tersebut di atas
dibahasnya dalam satu bab tersendiri, sehingga orang yang membacanya senantiasa
merasa berada dalam taman ilmu yang indah dan tertib. Buku ini telah dibagi
menjadi 50 bab dan mengandung 3956 hadist. Dan kitab yang demikian ini tidaklah
datang begitu saja. Untuk menyusunnya dibutuhkan kemampuan ilmu yang tinggi,
pertolongan Allah SWT, waktu yang penjang dan pemikiran yang dalam.
3.
Metode
penyusunan bahan
Tirmidzi meletakkan judul, lalu
mencantumkan satu atau dua hadis sebagai sumber penarikan judul tersebut.
Sesudah itu, ia memberi pendapatnya tentang kualitas hadis : Shahih, Hasan, atau
Dhaif. Untuk maksud ini, ia menggunakan suatu terminology yang tidak
dipakai ulama awal. Ia juga mencantumkan pendapat para fakih, kadi, dan imam
awal berkenaan dengan persoalan yang dibahas. Bahkan ia juga menunjukkan, jika
ada, hadis yang diriwayatkan sahabat lain berkaitan dengan persoalan yang sama,
sekalipun kaitannya itu dalam kerangka yang lebih luas.
E.
Imam An-Nasa’i
1.
Biografi
Nama lengkapnya
adalah Abu Abdurahman Ahmad ibn Syu’aib bin ‘Ali ibn Abi Bakar ibn Sinan
An-Nasa’i. Ia terkenal dengan nama An-Nasa’i karena dinisbatkan dengan kota
Nasa’i, salah satu kota di Khurasan. Ia dilahirkan pada tahun 215 H disebuah
tempat bernama Nasa’ demikian menurut Adz-Dzahabi. Ia bermuka tampan, warna
kulitnya kemerah-merahan dan ia senang mengenakan pakaian garis-garis buatan
Yaman. Ia sering ikut bertempur bersama-sama dengan Gubernur Mesir. Mereka
mengakui kesatriaan dan keberaniannya, serta sikap konsistensinya yang
berpegang teguh pada sunah dalam menangani masalah penebusan kaum Muslimin yang
tertangkap lawan.
Imam An-Nasa’i
menerima hadits dari Sa’id, Ishaq bin Rwahih, dan ulama-ulama lainnya dari
kalangan tokoh ulama ahli hadits di Khurasan, Hijaz, Irak, Mesir, Syam, dan
Jazirah Arab. Imam An-Nasa’I termasuk di antara ulama yang ahli di bidang ini
dan karena ketinggian sanad haditsnya. Menurut para ulama ahli hadits, Imam
An-Nasa’I lebih kuat hafalannya dibandingkan Imam Muslim dan kitab Sunan
An-Nasa’i lebih sedikit hadits dhaif-nya (lemah) setelah hadits Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim. Imam An-Nasa’i pernah menetap di Mesir.
Para gurunya
yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah, antara lain Qutaibah bin Sa’id,
Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, Al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram,
Imam Abu Dawud, dan Imam Abu Isa At-Tirmidzi.
Tidak ada
kesepakatan pendapat tentang dimana ia meninggal dunia. Imam Daraquthni
menjelaskan, bahwa di saat mendapatkan cobaan tragis di Damsyik itu ia meminta
supaya di bawa ke Mekah. Permohonannya ini dikabulkan dan ia meninggal di
Mekah, kemudian dikebumikan disuatu tempat antara Safa dan Marwah. Pendapat
yang sama dikemukakan pula oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-‘Uqbi
al-Misri dan ulama yang lain.
Sedangkan
menurut adz-Dzahabi tidak sependapat dengan pendapat diatas. Menurutnya yang
benar ialah bahwa Nasa’I meninggal di Ramlah, suatu tempat di Plaestina. Ibn
Yunus dalam tarikhnya setuju dengan pendapat ini, demikian juga Abu Ja’far
ath-Thahawi dan Abu Bakar bin Naqatah. Sebagian yang lain menyatakan bahwa ia
dikebumikan di Baitul Maqdis. Ia wafat pada tahun 303 H.
2.
Karya-karyanya
Imam Nasa’I
telah menulis beberapa kitab besar yang tidak sedikit jumlahnya, diantaranya : As-Sunan
al-Kubra, As-Sunan As-Sughra, Al-Khasha’ish, Fada’il as-Shahabah, Al-Manasik, dan
lain-lain.
Diantara
karya-karya tersebut yang paling besar dan bermutu adalah kita as-Sunan yang
popular dengan istilah sunan an-Nasa’I yang merupakan ringkasan dari Sunan
al-Kubra. Setelah kitab ini selesai disusun, kemudian dia menghadiahkannya
kepada penguasa negeri Ramlah sebagai tanda penghormatan. Isi dari kitab ini
adalah hadis shahih, hasan dan adapula yang hampir serupa dengannya. Imam
Nasa’I sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab
pertamanya
3.
Metodologi
penyusunan
Kitab Sunanu
Sughra ini penyusunanya menggunakan sistematika bab-bab fiqh, sebagaimana
kebanyakan kitab sunan lainnya. Kitab ini bermuatan hadis-hadis shahih, hasan,
dan dhaif. Tetapi yang dhaif jumlahnya relative sedikit sekali. Imam Nasa’I
sangat teliti dalam penusunan kita as-Sughra. Karenanya ulama berkata :
“kedudukan kita as-sunan as-Sughra di bawah derajat shahih Bukhari dan shahih
Muslim, karena sedikit sekali hadis dhaif di dalamnya”.
Dalam sunanya
Imam Nasa’i melakukan beberapa langkah dalam proses penyusunan hadis,
diantaranya :
a.
Kitab ini
disusun khusus untuk hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum, sesuai dengan
namanya. Dalam hal ini, kandungan hadis-hadis mirip dengan sunan-sunan yang
lain
b.
Kitab sunan ini
berisi 51 bab. Dalam bab-bab tersebut terdapat rincian dan uraian yang hampir
tidak dijumpai dalam sunan-sunan yang lainnya.
c.
Melakukan
beberapa pengulangan hadis dengan uslub yang berbeda, sebagaimana dilakukan
oleh pendahuluannya Bukhari dan Muslim
d.
Dalam
meriwayatkan hadis, beliau sering menimbang, membandingkan dan menunjukkan
perbdedaan antara satu hadis dengan lainnya. Di sisi lain beliau juga
menjelaskan sebab-sebab kedha’ifan hadis-hadis yang diriwayatkan secara rinci
F.
Imam Ibn Majah
1.
Biografi
Nama lengkapnya
adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah Al-Quzwaini. Namanya
dinisbatkan dari daerah Quzwain karena beliau dilahirkan di daerah itu pada
tahun 207 Hijriah (824 M).
Ia berkembang
dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan pengetahuan,
teristimewa mengenai hadis dan periwayatnya. Untuk mencapai usahanya dalam
mencari dan mengumpulkan hadis, ia telah melakukan dan berkeliling di beberapa
negeri. Ibn Majah mulai belajar hadis sebelum tahun 233 Hijriah, pada usia
sekitar 15 atau 20 tahun sebagaimana kebiasaan masa itu.
Sebagaimana
halnya para Muhaditsin yang dalam mencari hadis-hadis memerlukan perantauan
ilmiah, ia pun berkeliling di beberapa negeri untuk menemui dan berguru hadis
kepada para ulama hadis. dia telah melanglang buana mencari ilmu ke negeri
Irak, Syam, Hijaz, Persia (Iran), dan Mesir kemudian hijrah ke Bashrah, Kufah,
Mekkah, Madinah, Damaskus, Rayyi, dan Fusthath. Dari tempat perantauannya itu
ia bertemu dengan murid-murid Imam Malik dan Al-Laits, dan dari Mekkah ia
banyak memperoleh hadis.
Banyak pujian
dan penghargaan yang diberikan pada beliau, diantaranya apa yang telah
disampaikan oleh Abu Ya’la al-Khalili al-Qazwini bahwa : “Ibn Majah adalah seorang
yang terpercaya yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan
argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak
menghafal hadis.”
Ibn Majah
meninggal pada hari Senin 21 Ramadan 273 Hijriah. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya,
Abu Bakar. Sedngkan pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan
Abdullah serta putranya, Abdullah.
2.
Karya-karyanya
Imam Ibn Majah mempunyai banyak
karya tulis, diantaranya:
a.
Kitab as-Sunan,
yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam kitab hadis yang pokok)
b.
Kitab tafsir
al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang besar manfaatnya seperti diterangkan Ibn
Kasir.
c.
Kitab tarikh,
berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah
d.
Dan lain-lain
Tetapi dari
berbagai kitab-kitab yang ditulis oleh Ibn Majah, ia memiliki karya besar dalam
disiplin ilmu hadis yang berjudul Kitab as-Sunan. Dia telah menunjukkan kitab
tersebut kepada Abu Zar’ah. Setelah Abu Zar’ah melihatnya, dia mengaguminya dan
berkata, “Menurutku jika kitab ini telah sampai di tangan orang-orang, maka
kitab jami’ atau kebanyakan kitab lainnya tidak akan terpakai.” Selanjutnya dia
berkata, “Di dalam kitab ini barangkali tidak sampai terbilang tiga puluh hadis
yang sanad-sanadnya dhai’if.”
Ciri utama dari
kitab as-Sunan ini adalah kitab ini menyajikan sedikit sekali pengulangan, dan
merupakan salah satu yang terbaik dalam pengaturan bab dan subbab, suatu
kenyataan yang diakui oleh banyak ulama.
3.
Metodologi
penyusunan Sunan Ibn Majah
Kitab ini
adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah tersebar yang masih beredar hingga
sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi terkenal. Ia menyusun
sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri dari 37
kitab, berisikan beragam tema hadis. serta terdapat sekitar 1.500 bab,
sedangkan jumlah hadisnya sebanyak 4.000 buah hadis.
Kitab sunan ini
disusun menurut sistematika fiqh, yang dikerjakan secara baik dan jeli. Ibn
Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang mengikuti sunnah
Rasulullah saw. Dalam bab ini ia menguraikan hadis-hadis yang menunjukkan
kekuatan sunnah, kewajiban mengikuti dan mengamlakannya.
Adapun
kedudukan sunan Ibn Majah diantar kitab-kitab hadis, sebagian ulama tidak
memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok “Kitab Hadis Pokok” mengingat derajat
Sunan ini lebih rendah dari kitab-kitab hadis yang lima. Diantara mereka adalah
al-Hafiz Abud-Fardl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat pada 507 H) dalam
risalahnya Syurutul’ A’immatis Sittah. Sedangkan sebagian ulama yang lain
menetapkannya sebagai salah satu dari al Kutub as Sitah. Mayoritas
mereka adalah ulama Masyriq yang dipelopori oleh Abul Hasan Ahmad bin Razin
al-Abdari as-Sarqisti (wafat sekitar tahun 535 H). Pendapat ini diikuti oleh
Abus Sa’adat Majduddin Ibnul Asir al-Jazairi asy-Syafi’I (wafat 606 H).
Demikian pula az-Zabidi asy-Syafi’I (wafat 944 H) dan al hafidh Abdul Ghani bin
Abdul Wahid al Muqaddasy (wafat 600 H).
Mereka
mendahulukan Sunan Ibn Majah dan memandangnya sebagai kitab keenam, tetapi
tidak mengkategorikan kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik sebagai kitab keenam,
padahal kitab ini lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah, hal ini megingat bahwa
Sunan Ibn Majah banyak Zawa’idnya (tambahannya) atas Kutubul Khamsah. Berbeda
dengan al-Muwatta’, yang hadis-hadis itu kecuali sedikit sekali, hampir
seluruhnya telah termuat dalam Kutubul Khamsah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Enam tokoh ulama’ hadist yang terkenal dengan Kutubus Sittah adalah
Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Abu Daud, At-Tirmidzi, Imam Nasa’I, Ibn Majah.
Terdapat keterkaitan antar imam yang satu dengan imam yang lainnya, yaitu
keterkaitan antara guru dengan murid. Para tokoh ulama hadis ini sampai rela
melanglang buana dari Negara satu ke Negara yang lain demi mempelajari secara
mendalam tentang hadist. Sehingga para tokoh hadist tersebut menghasilkan
banyak karya dan dari mereka pasti memiliki sebuah kitab yang paling terkenal
di masyarakat.
B.
Saran
Dari
buku-buku yang kami ambil untuk referensi terdapat perbedaan tahun kelahiran.
Oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam pengambilan
keputusan untuk tahun kelahiran masih mengalami kesalahan.
DAFTAR
RUJUKAN
Smeer, Z. 2008.
Ulumul Hadis. Malang : UIN Malang Press
Azami, M. 1993.
Memahami Ilmu Hadis. Jl. Otista III dalam g. 1/31 : Lentera
Salahudin,
Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung : CV Pustaka Setia
Alawi,
Muhammad. 2009. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
terimakasih sangat membantu dan lengkappp
BalasHapus